Home

Juni 06, 2012

Pandangan Islam mengenai Rasa Malu


A. DEFINISI
Menurut bahasa, malu atau al-haya, berasal dari kata al-hayah yang artinya ‘hidup’.
Sedangkan menurut istilah, para ulama mendefinisikan malu dalam berbagai ungkapan, diantaranya :
* Malu adalah perubahan yang terjadi pada diri seseorang lantaran mengkhawatirkan aib atau celaan (Fathul Bari, I/52)

* Al-Jurjani mengungkapkan,”Malu adalah mencegah diri dari sesuatu dan meninggalkannya karena takut dicela”

* Al-Jahizh bertutur,”Malu adalah instrumen kewibawaan. Malu adalah menundukkan pandangan dan menahan omongan lantaran berlaku santun kepada seseorang. Malu adalah kebiasaan yang terpuji, selama bukan karena kebohongan dan bukan pula karena kelemahan.”

Dengan demikian, hakikat malu adalah akhlak yang mendorong seseorang untuk meninggalkan semua yang buruk, menghalanginya dari ketidaksungguhan dalam menunaikan hak kepada yang berhak.


B. ASALNYA MALU
Malu itu ada 2 :
  1. Malu yang merupakan pembawaan (Nafsani) terpatri dalam fitrah setiap orang. Ia bukan hasil usaha sama sekali, namun dengan usaha ia akan menjadi sempurna.
Contohnya adalah malunya manusia jika auratnya tersingkap, seperti kisahnya Nabi Adam dan istrinya Siti Hawa (Q.S Thoha : 121)
  1. Malu yang Merupakan Hasil Usaha (Imani)
Ini adalah buah dari ma’rifat pada Alloh SWT, kepada kedekatan-Nya pada semua hamba, kepada ilmu-Nya tentang mereka, dan kepada pengetahuan-Nya terhadap mata yang berkhianat dan semua yang disembunyikan oleh hati. Inilah malu refleksi pancaran iman yang dibebankan kepada hamba.

C. PEMBAGIAN MALU
Imam Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah, bertutur bahwa malu dikategorikan menjadi 10 :
1.   Haya’ Jinayah, yaitu malu karena melanggar aturan
contohnya adalah malunya Nabi Adam ketika hendak meninggalkan surga karena sudah melanggar larangan Allah.

2.   Haya’ Taqshir, yaitu malu karena kurang bersungguh-sungguh.
Seperti malunya malaikat yang senantiasa bertasbih sepanjang siang dan malam, tak pernah istirahat, namun masih merasa tidak bersungguh-sungguh. Subhanalloh…

3.   Haya’ ijlal, yaitu malu karena menghormati.
Ini adalah malu karena ma’rifat, karena sudah mengenal dengan baik.

4.   Haya’ Karom, yaitu malu karena berkepribadian mulia.
Ini seperti malunya Nabi SAW kepada para tamu undangan saat walimah pernikahan beliau dengan Zainab. Para tamu berlama-lama duduk bersama beliau. Maka beliau berdiri. Beliau malu untuk mengatakan,”Pulanglah kalian!”

5.   Haya’ Hisymah, atau malu karena hubungan kekerabatan.
Seperti malunya Ali bin Abi Thalib untuk bertanya kepada Rasulullah perihal madzhi, kerena ia telah menikahi putri beliau.

6.   Haya’ Istihqorinnafs, atau malu karena merasa hina dan kecil
Seperti malunya hamba kepada Rabb-Nya ketika ia memanjatkan doa, mengingat hina dan kecilnya serta dosanya yang teramat banyak.

7.   Haya’ Mahabbah, atau malu karena cinta.
Yaitu malunya orang yang mencintai kepada yang dicintainya, bahkan rasa malu itu muncul saat ia mengingatnya, saat ia tidak berada di dekatnya. Rasa malu itu menggelora dari hatinya dan tergambar di wajahnya, sementara ia tidak tahu penyebabnya.

8.   Haya’ Ubudiyyah, yakni malu dalam rangka beribadah.
Inilah malu yang bersenyawa dengan rasa cinta, rasa takut dan rasa selalu tidak beribadah kepada Dzat yang berhak untuk diibadahi dengan semestinya.

9.   Haya’ Syarof wa ‘Izzah, yaitu malu karena memiliki kemuliaan dan harga diri

10.  Haya’ Minan Nafs, yaitu malu kepada diri sendiri, ketika diliputi dengan keburukan dan kehinaan.
Banyak orang yang - jika bukan karena rasa malu yang ada padanya - tidak melakukan kewajiban-kewajibannya, tidak mempedulikan hak-hak sesama, tidak menjalin silaturahim, dan tidak berbakti kepada orang tua. Sesungguhnya faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan baik itu ada 2, agama dan dunia atau moral. Agama yakni harapan untuk menggapai kesudahan yang baik, sedangkan dunia atau moral yakni rasa malu seseorang kepada sesamanya.

Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda :
“Malu itu termasuk bagian dari iman dan iman tempatnya di surga. (Perkataan atau Perbuatan) keji itu termasuk kebengisan dan kebengisan itu tempatnya di neraka”.

Itu sedikit yang bisa saya bagi, selebihnya silakan bisa membaca bukunya. Marilah kita tempatkan malu itu pada tempat yang seharusnya, karena Rasulullah pernah bersabda :
“Malu itu tidak akan mendatangkan apa pun selain kebaikan.” (HR. Bukhori)

Jangan sampai kita terkena sifat tidak tahu malu (waqohah). Dan terakhir akan saya tutup dengan syair yang semoga bisa menjadi perenungan bagi kita :

Wahai engakau yang menyembunyikan rahasia
Ke mana kah kau pendam dari pandangan-Nya
Engkau tampakkan maksiat kepada Dzat Yang Mulia
Meski engkau sembunyikan dari mata manusia
Apabila Alloh Rabbku berfirman kepaku
Apa engkau tak merasa malu berbuat maksiat kepada-Ku
Sedang engkau sembunyikan dosa dari makhluk-Ku
Namun tak segan kau berlaku durhaka kepada-Ku

Wallohua’alam bish showab

Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar