Home

Juni 03, 2012

Bila Papa-Mama Gagal menjadi Idola Anak


Dalam berita online Kamis 26 April 2012, diberitakan ratusan fans grup boyband Suju dari Korea Selatan kecewa berat karena tidak bisa bertemu langsung dengan personel Suju saat menunggu di Bandara Soetta. Sebagian dari mereka disebutkan menangis.


Anda pernah melihat anak remaja berbondong-bondong melihat artis idola mereka menyanyi? Nereka rela mengeluarkan uang ratusan ribu bahkan jutaan, ngantri berjam-jam hanya untuk beli tiketnya, dan terpesona oleh idola mereka, berjingkrak dan berteriak histeris.

Betapa remaja kagum dan menyukai artis atau atlet tertentu. Mereka tidak segan meniru model rambut, baju atau celana, hingga membeli asesoris yang mirip dengan yang mereka gunakan, atau sekedar ada nama sang idola tertera di kaos atau topi mereka. Mereka juga suka menceritakan dan mendiskusikan kehebatan fansnya kepada teman-teman hingga mungkin memimpikannya saat tidur.

Kebutuhan Role Model (Idola)

Sesungguhnya anak-anak di usia perkembangan awal, khususnya usia tiga hingga enam tahun membutuhkan role model atau figur yang dapat ia banggakan. Seseorang yang ia sukai dan harapan serta kebutuhan dasar seperti emosi, waktu, bermain, dipeluk atau sekedar dipangku sambil mendengarkan cerita ayahnya. Orang yang senang memuji dan memperhatikan, dan memberinya barang, mainan serta makanan kesukaannya.

Tentu saja orang itu adalah orangtuanya sendiri yang bersama di rumah dan punya tanggung jawab utama dan pertama dalam mengasuh diri si anak. Namun ada juga anak yang tidak mendapatkan hal-hal di atas.

Kebutuhan emosi dan waktunya terabaikan karena pelbagai alasan. Sebut saja: karena orang tua sibuk bekerja, miskinnya emosi orang tua dalam mengasuh anak hingga karena minimnya ketrampilan orang tua mengomunikasikan bahasa cinta anaknya. Anak lebih banyak dititipkan pada pembantu rumah tangga, baby sitter atau neneknya. Akibatnya hubungan batin si anak dengan papa dan atau mamanya miskin. Rasa keberhargaan diri tidak terbangun dengan baik.

Jika Tidak Punya Tokoh Idola

Akibatnya, saat anak berusia tujuh tahun atau lebih, dia berusaha mencari figur itu dalam tokoh film kesukaannya. Mungkin dari film kartun atau film anak lainnya. Khususnya tokoh yang ditampilkan sebagai orang yang hebat, baik dan suka menolong. Meski tokoh itu kasar dan punya nilai-nilai hidup yang buruk, dia akan tetap menyukai dan membanggakannya di hadapan orang tua dan teman-temannya. Baginya tokoh itu pahlawan, apalagi sifat itu dia tidak jumpai pada si ayah. Selanjutnya saat anak memasuki usia remaja dia mencari figur dari para bintang film atau atlet terkenal, baik yang dia kenal lewat film, televisi atau dunia maya seperti twitter dan facebook.

Si anak ngefans sampai fanatik banget. Sebaliknya pada orang tua dia cenderung tidak respek, bahkan melawan. Inilah yang terkadang tidak dimengerti orang tua dan menganggap anak remajanya rada aneh. Padahal ini hanyalah hasil dari miskinnya pola asuh yang diberikan kepada si anak.

Jika si idola adalah artis atau aktor yang baik dan bermoral, tidak masalah. Hasilnya bisa baik. Tapi dapat membahayakan jika idola sang anak memiliki nilai, perilaku dan gaya hidup yang negatif. Misalnya pengguna narkoba, penganut faham free-sex atau sering kawin-cerai. Membahayakan, jika idola anak kita adalah pelaku kekerasan dalam rumah tangga atau sangat konsumtif serta hedonis.

Sikap Orangtua

Jika orang tua menjumpai anak ngefans pada idolanya, jangan tampakkan kesan antipati. Bicarakanlah apa yang dia sukai dari tokoh tersebut. Sejauh apa ia mengenal, dan apa saja prestasinya. Jikalau ada nilai hidupnya yang kurang di mata anda, tanyakan kesan atau pendapat si anak. Anda sebagai orang tua boleh saja berpendapat lain tapi dalam konteks diskusi, bukan konfrontatif menyerang si anak.

Kedua, jika ada kesalahan Anda melukai jiwa si anak jangan segan minta maaf dan perbaiki hubungan itu agar anak kembali percaya pada Anda sebagai orang tua. Maksimalkan fungsi keayahan dan keibuan Anda bagi si anak, khususnya sebelum anak kuliah dan meninggalkan rumah. Rasa percaya sangat penting membangun keintiman atau kedekatan batin dengan anak.

Ketiga, bangunlah ulang hubungan anda dengan si anak. Berikan waktu lebih banyak, pahami bahasa cinta si anak dan berikanlah. Ada lima bahasa cinta utama anak: pujian, sentuhan fisik, kebersamaan, pemberian dan pelayanan. Manakah dari kelima hal tadi merupakan kebutuhan dan kesukaan anak Anda. Berkanlah. Lalu sediakan selalu waktu bicara berdua, menonton, main atau liburan bersama. Mungkin hanya duduk menemani anak menonton, atau sekedar mendengar dia curhat.

Semoga dengan perbaikan di atas hati anak dipulihkan, dikembalikan pada Anda sebagai orang tua. Kemudian Anda mendapatkan kepercayaan dan kebanggaan di hati anak-anak. Jika sudah pernah berbuat salah, kadang tak mudah memperbaikinya. Tetapi selalu tersedia anugerah-Nya bagi kita semua yang percaya.

Julianto Simanjuntak
Dari buku "PAPA YANG TANGGUH" (Julianto dan Roswitha)
http://juliantosimanjuntak.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar