Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah Lembaga Paling Korup di Indonesia. Itulah persepsi mayoritas masyarakat di negeri ini. Sama seperti hasil beberapa kali survei yang pernah diselenggarakan pada tahun-tahun sebelumnya, survei tahun ini pun hasilnya sama tidak berubah, yakni DPR berada di urutan pertama diantara lembaga-lembaga atau institusi yang dipandang korup.
Sangatlah beralasan untuk terjadi sebegitu banyak masyarakat yang kehilangan kepercayaan dengan para wakil rakyat, atau semakin banyak rakyat yang memilih golput dalam pemilu, karena rakyat melihat bahwa para wakil yang mereka pilih tidak mewakili dan menyalurkan aspirasi mereka tapi hanya untuk memperkaya diri.
Bahkan lebih jauh lagi, partai-partai politik saat kampanye sebagai “kendaraan” mereka, justru menjadi sarana untuk menyuburkan praktek korupsi yang lebih terorganisir. Semakin banyak suara yang diperoleh suatu partai saat pemilu, maka kesempatan mengeruk pundi-pundi uang rakyat semakin terbuka. Partai-partai politik pemenang suara terbanyak dalam pemilu menjadi lahan basah untuk para pengeruk pundi-pundi pajak rakyat itu.
Hal ini terungkap ketika Ari Nurcahyo, selaku peneliti Sugeng Sarjadi Syndicate melakukan survey tentang kinerja DPR di berbagai provinsi, dan hasilnya sungguh di luar dugaan. Menurut hasil survei yang dilakukannya di 33 provinsi, anggota DPR ke kantor hanya untuk mencari nafkah, bukan untuk mewakili kepentingan rakyat. Hanya untuk urusan perut sendiri dan bukan kepentingan para pemilih waktu pemilu.
Dari 2.192 responden yang diteliti pada 33 provinsi di seluruh Indonesia sejak tanggal 14-24 Mei 2012 menilai sebagai berikut:
Urutan ke 1 Paling Korup:
1.030 responden atau 47 persen menilai DPR sebagai lembaga paling korup di Indonesia.
Urutan ke 2 Paling Korup:
470 responden atau 21,4 persen menilai Kantor Pajak sebagai lembaga terkorup setelah DPR.
Urutan ke 3 Paling Korup:
11,3 persen dari total responden menilai Kepolisian sebagai lembaga terkorup setelah DPR dan Kantor Pajak.
Urutan ke 4 Paling Korup:
3,9 persen dari total responden menilai partai-partai politik (parpol) sebagai lembaga terkorup setelah ke empat lembaga yang tersebut di atas.
Menurut Sugeng, ada semacam target bagi anggota DPR untuk mendapatkan pundi-pundi uang yang lantas disetor ke kas parpol.. “Ternyata 62,4 persen dari anggota DPR sekarang ini hanya untuk mencari nafkah. Masyarakat juga menyatakan 52,9 persen adalah tempat orang partai kumpul, dan 29,1 persen menyakan bahwa wakil rakyat ngumpul,” ungkapnya.
Penelitian yang dilakukan Ari juga mengungkap, bahwa DPR adalah lembaga tekorup di Indonesia.Kemudian disusul di posisi kedua ada Dirjen Pajak, dan yang ketiga adalah lembaga Kepolisian. “Dari daftar nama lembaga negara hampir absolut 47 persen, menyatakan bahwa DPR korup. Dirjen pajak 21 persen di posisi kedua dan Kepolisian ke 3. Terbukti dari yang ditangkap oleh KPK itu kebanyakan anggota DPR,” kata Ari.
Hal senada juga terungkap dalam sebuah diskusi di Warung Daun, Cikini,Jakarta Pusat, pada hari Sabtu (9/6/12), lalu. Salah satu pembicara Sebastian Salang Pengamat Parlemen dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia, mengungkapkan bahwa partai politik secara sengaja maupun tidak, bisa saja mendorong anggota DPR untuk korupsi.
Menurutnya, kebutuhan dana partai politik sebagian besar dibebankan kepada anggota DPR, karenanya hal tersebut berubah menjadi tuntutan bagi anggota DPR untuk “setor”… “Ada ‘kreativitas-kreativitas’ tambahan oleh anggota DPR untuk menyetor ke partai politik,” katanya.
Sebastian mengatakan bahwa semakin besar setoran anggota DPR kepada partai politik, makin besar pula pengaruhnya terhadap partai politik itu. “Paling tidak, menduduki posisi strategis,” ujarnya.
Demikian juga diungkapkan pembicara dari anggota DPR Fraksi Partai Amanat Nasional, Taslim Chaniago. Menurutnya, korupsi di DPR terjadi, karena lemahnya sistem perencanaan. “Biasanya dalam perencanaan anggaran akan ada kompromi. Kompromi ini yang menjadi korupsi di setiap pembahasan anggaran,” katanya.
Sedangkan anggota DPR dari Fraksi PDIP, Dewi Aryani mengatakan bahwa korupsi terjadi di DPR karena ada beberapa faktor, yaitu karena adanya niat, sistem, dan kebutuhan. “Masalah kebutuhan ini bisa dibahas, apakah ada kebutuhan pribadi atau partai, dan ada tekanan tertentu,” ujarnya.
Jika para anggota dewan dan Parpol begini kelakuannya, semakin tipislah harapan masyarakat ditengah himpitan ekonomi dan ketidakadilan yang merata, karena berharap kepada dewan atau para mentri yang dari partai itu, hanyalah harapan hampa. Sebab DPR dipilih hanya untuk korupsi!.
Dari rekam jejak perjalanan kasus-kasus skandal mega korupsi yang pernah tercatat di negeri ini, KPK dan aparat penegak hukum perlu memusatkan panca inderanya ke para penghuni gedung-gedung DPR dan DPRD di seluruh Indonesia. Karena tempat-tempat itulah yang menjadi pusat korupsi di Indonesia. Ditempat-tempat itulah dilakukan ‘Peternakan Koruptor’ yang telah lolos melalui proses ‘Pembibitan Koruptor’ di parpol-parpol yang mendudukkan para pelaku “seni korupsi” tersebut di kursi-kursi DPR
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar