Untuk mendownload E-book "Seputar Paham Kesetaraan Gender: Kerancuan, Kekeliruan dan Dampaknya", silahkan klik link dibawah ini:
Download
Hikmah besar pembahasan RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender (RUU KKG) di DPR, pada 2012, adalah bangkitnya kesadaran umat Islam Indonesia bahwa paham Kesetaraan Gender (Gender Equality) yg mengeksploitasi isu kekerasan terhadap perempuan dan seolah-olah menawarkan kemajuan dan pembelaan pada perempuan, ternyata bagian dari proyek imperialisme pemikiran global yang menanamkan benih kecurigaan, permusuhan, kebanggaan dan kebahagiaan semu. Gender Equality sulit dilepaskan dari pandangan alam (worldview) sekularisme, liberalisme, bahkan Marxime, yang membenci konsep 'istri hormat dan taat pada suami'.
Ebook ini berisikan 238 halaman tidak termasuk halaman judul dan lain-lain. Silahkan didownload dan disebarluaskan untuk kepentingan dakwah. Insya Allah edisi cetak akan segera hadir.
Pengantar Penulis:
“Gender adalah pembedaan peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial budaya yang sifatnya tidak tetap dan dapat dipelajari, serta dapat dipertukarkan menurut waktu, tempat, dan budaya tertentu dari satu jenis kelamin ke jenis kelamin lainnya.” (Pasal 1:1, Draft RUU-KKG)
****
Itulah definisi Gender yang diberikan oleh Draft RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender (RUU-KKG) produksi DPR RI. Itu memang draft sementara. Tetapi, definisi Gender semacam itu memang sudah lazim digunakan sebelumnya. Hiruk-pikuk RUU KKG hanyalah rangkaian panjang dari upaya kaum feminis untuk mengejar kesetaraan nominal 50:50 antara laki-laki dan perempuan di seluruh bidang kehidupan, baik di rumah maupun di luar rumah.
Sejak bertahun-tahun sebelum ribut-ribut RUU KKG yang sedang dibahas di DPR, saya sudah menulis sejumlah artikel dan makalah yang mengkritisi paham ini. Faktanya, paham KKG – yang merupakan proyek global ini -- sudah diterapkan dalam program Pembangunan Nasional. Di bidang politik, perempuan dijatah minimal 30 persen untuk duduk di kursi anggota DPR. Ini target awal, menuju angka kesetaraan 50%.
Tak puas sampai di situ -- melalui RUU KKG yang baru ini -- kaum pegiat KKG makin berambisi untuk meminta jatah 30% posisi di semua lembaga pemerintah maupun non-pemerintah. Ini sama artinya memaksa perempuan untuk aktif di ruang publik dengan meminjam tangan kuasa Undang-undang. Padahal, tidak semua perempuan setuju dengan pola piker dan pola pemaksaan seperti ini.
Terlepas dari ambisi sebagian perempuan untuk bersanding dengan laki-laki di semua bidang kehidupan, ada cara berpikir yang khas dari ideologi KKG ini, yaitu meletakkan semua nilai dan ajaran sebagai produk budaya. Termasuk ajaran agama! Semua harus diletakkan dalam konstruk budaya, sehingga bisa diubah-ubah kapan saja manusia suka. Tidak ada yang tetap, tidak ada yang sakral; semua adalah budaya, hasil cipta, rasa, dan karsa manusia. Karena itulah, dalam draft RUU-KKG yang dikritisi dalam buku ini, tidak ditemukan rujukan atau landasan ajaran agama (Islam) yang bersumber pada kebenaran wahyu.
Ketika agama sudah ditundukkan ke ranah budaya, maka tidak ada lagi nilai-nilai wahyu yang dianggap tetap (tsawabit). Ketika itulah, seseorang menjadi liberal dan merasa bebas mengatur hidupnya, tubuhnya, hartanya, hubungan sosialnya, tanpa campur tangan Tuhan. Bahkan, Tuhan sengaja disingkirkan untuk mengejar kebebasan dan hawa nafsu. Jangan heran, dengan pola pikir semacam ini, banyak aktivis KKG yang juga aktif menolak RUU Anti-Pornografi, mendukung perkawinan homo dan lesbi, serta mempromosikan perkawinan beda agama. Bahkan sebagian lagi ada sampai mendukung tindakan seks bebas (free sex).
Karena itulah, dalam buku ini, pembahasan tentang KKG dikaitkan pula dengan pembahasan tentang masalah-masalah pornografi, perkawinan sejenis, perkawinan beda agama, HAM, dan juga masalah kebebasan seks.
Kaum Muslim selama ini yakin benar, bahwa Islam adalah agama wahyu, yang tidak tunduk oleh sejarah atau budaya. (QS 5:3). Ajaran Islam yang mengatur kedudukan perempuan dan laki-laki dalam keluarga dan masyarakat pun, diatur dalam Islam, berdasarkan pada wahyu (al-Quran dan Sunnah). Rumusan Gender versi draft RUU-KKG yang memandang peran laki-laki dan perempuan didasarkan pada budaya – dan bukan pada wahyu Allah SWT – sesungguhnya sangat berbahaya, keliru, dan jelas bertentangan dengan ajaran Islam. Dengan pola pikir semacam itu, seluruh hukum Islam bisa diubah-ubah sesuai dengan kehendak manusia.
Buku yang berjudul Seputar Paham Kesetaraan Gender: Kerancuan, Kekeliruan dan Dampaknya ini sebenarnya belum layak disebut sebuah “buku” dalam arti yang sebenarnya. Sebab, buku ini hanyalah kumpulan tulisan – baik artikel maupun makalah – yang saya tulis dalam berbagai kesempatan dan media serta berlangsung dalam kurun waktu beberapa tahun. Secara umum, buku ini mengungkapkan kerancuan dan kekeliruan paham KKG, termasuk yang terkandung dalam RUU KKG yang sedang dibahas di DPR RI. Akar kekeliruan paham ini mamang berawal dari pengabaian nilai-nilai wahyu (Islam) dalam program dan RUU KKG. Jadilah paham dan RUU KKG ini sangat bercorak liberal.
Problem dari setiap buku yang berasal dari kumulan artikel adalah pengulangan data di sejumlah tempat. Mudah-mudahan hal itu tidak terlalu mengganggu. Bahkan, sebaliknya, data yang terulang itu mudah-mudahan dapat memperkuat pemahaman pembaca terhadap masalah yang sedang dibahas di sini.
Walhasil, semoga penerbitan buku kecil ini dapat memberikan pemahaman yang sepatutnya kepada umat Muslim Indonesia. Syukur-syukur, para pejabat di pemerintahan dan DPR berkesempatan dan berkemauan berpikir serius dan jernih untuk menelaah masalah KKG ini, sehingga menjadi sarana untuk meraih pemahaman yang benar.
Bagaimana pun, dalam pandangan Islam, keimanan dan ketaatan kepada Allah SWT perlu dibuktikan dengan keridhaan seseorang untuk tunduk kepada aturan-aturan Allah SWT, yang telah diajarkan dan diterapkan oleh utusan-Nya yang terakhir, yaitu Nabi Muhammad SAW. Kita semua, umat Muslim, patut merenungkan peringatan Allah SWT dalam al-Quran:
“Sungguh, demi Tuhanmu, mereka sebenarnya tidak beriman, sampai mereka menjadikanmu (Muhammad) sebagai ‘hakim’ terhadap apa yang mereka perselisihkan, kemudian tidak ada rasa keberatan lagi terhadap keputusanmu dan mereka benar-benar pasrah.” (QS 4:65).
Sesama Muslim kita diwajibkan untuk saling mengingatkan. Buku ini hanya salah satu upaya kecil untuk itu. Mungkin ada isi atau bahasa yang kurang berkenan, saya minta maaf. Semoga bermanfaat.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar