Home

Juni 03, 2012

Ketika Anak Mengidolakan Artis


Mengapa artis bisa punya penggemar?  Jawabannya karena sang artis memang memiliki bakat dalam akting atau bernyanyi, sehingga pantas untuk diidolakan, atau mungkin dianggap keren dan mempesona. Terkadang artis memiliki  pengaruh yang lebih kuat dibandingkan orangtua. Penerapan komunikasi yang baik antara orangtua dan anak merupakan jalan yang baik agar orangtua tidak kehilangan perannya dalam mengontrol pertumbuhan dan perkembangan si kecil.

“Kecintaan anak terhadap sang idolanya memang menjadi salah satu fenomena yang sedang terjadi di Indonesia, namun rasa kecintaan (fanatisme) yang terjadi terhadap anak bisa memiliki pengaruh cukup besar jika tidak terjadi pengontrolan dari orangtua dan si anak sendiri.  Sekarang tak sedikit anak-anak dan remaja yang begitu mengidolakan artis pujaannya. Sebut saja salah satunya, Cherry Belle.

Lagunya yang mempunyai irama energik serta seringnya diputar di setiap chanel teve dan radio, membuat lagu-lagu yang dinyanyikan 9 gadis cantik ini semakin akrab di telinga terutama buat anak dan remaja. Dengan gaya chibi-chibi, tangan menopang dagu, anak-anak mendendangkan lagu kesukaan mereka itu, “You are beautiful, beautiful, beautiful. Kamu cantik cantik dari hatimu…” Mereka begitu semangat meniru tingkah penyanyi favorit mereka dan hapal menyanyikan lagu-lagu idolanya itu diluar kepala.

Itu baru Cherry Belle, belum termasuk yang sedang digilai remaja saat ini adalah demam Korean Pop. Segala yang berbau negeri ginseng itu, dari film, musik, artis dan penyanyinya, begitu menghipnotis sebagian anak muda sekarang. Mereka rela menyisihkan uang jajan, hanya untuk bisa menambah pernak-pernak koleksi mereka, sebagai fans artis bersangkutan. Kalau sudah begini, orang tualah yang menjadi sasaran dari anak-anak yang merengek dan membujuk agar mau memenuhi rasa ‘kepemilikan’ mereka terhadap sang idola.

Di mata anak, idola adalah sosok yang sempurna dan dibanggakan oleh mereka. Biasanya, sosok yang seringkali menjadi idola adalah para bintang terkenal seperti penyanyi atau sebuah band. Segala tingkah laku dan ucapan mereka menjadi luar biasa karena pemberitaan media. Ketika seseorang, khususnya remaja menemukan sosok itu, maka yang terjadi adalah pengkultusan dan pemujaan akan sosok itu. Seringkali bahkan mengarah pada fanatisme. Fanatisme dan kecintaan pada sosok tertentu seringkali berwujud pada hal-hal yang tidak masuk akal. Seorang penggemar terkadang mewujudkan kecintaan pada sosok idola secara berlebihan.

Sang idola secara tidak langsung memberikan sugesti positif maupun negatif terhadap fans atau penggemarnya. Sehingga akan terjadi proses imitasi (meniru), mulai dari gaya hidup, mode pakaian, sikap, dan perilaku. “Jika si idola adalah artis atau aktor yang baik dan bermoral, tidak masalah. Yang menjadi masalah bila sang idola melakukan hal negatif dan itu ditiru oleh anak, tanpa memfilternya lebih dulu,” ujar Psikolog Isyatul Mardiyati, M.Psi menjawab For Her. Disinilah orang tua perlu menyaring apa yang baik bagi anaknya dan apa yang tidak. Mengingat di usianya yang belum dewasa, anak masih dalam proses pencarian jati dirinya.
 
Isya – ia akrab disapa mengatakan, rasa suka anak terhadap sang idola bisa berpengaruh kepadanya dan membuatnya melakukan hal-hal diluar aktifitasnya.

Bahkan bukan tak mungkin mengabaikan aktifitasnya yang wajib, sebagai seorang pelajar misalnya. Ia lebih senang menonton artis favoritnya konser, memburu pernak-pernik koleksi si artis, dan lain-lain aktivitas yang membuat anak begitu terobsesi dengan sang idola. Jelas hal ini akan menyita waktu dan perhatiannya untuk belajar dan beristirahat yang cukup, setelah seharian berada di sekolah.

Kalau sudah begini, orang tualah yang dibikin pusing melihat kelakuan anak. Tak jarang orang tua pun naik emosinya bila anak sudah begitu kelewat batas mengidolakan sang pujaannya tersebut. Dan ini bisa saja memicu salah paham, bila tak ada komunikasi yang baik antara orang tua dan anak. “Orang tua harus waspada, karena bisa muncul pemikiran dari anak  bahwa orang tuanya tak mengizinkannya untuk mengidolakan si artis.

Anak akan semakin menjauh dan memilih untuk menjadikan idolanya sebagai panutan,” urai psikolog kelahiran tahun 1981 ini  panjang lebar. Padahal sebenarnya mungkin orang tua tak bermaksud untuk melarang, hanya saja karena cara penyampaian yang diberikan orang tua tidak ngena ke anak, sehingga terjadilah kesalahpahaman tersebut.

Atas dasar itulah, Isya menyarankan, saat memberikan penjelasan kepada anak,  usahakan dengan suasana hati yang nyaman, agar tercipta suasana  kondusif untuk saling berkomunikasi antara orangtua dan anak.

“Dari komunikasi yang terjalin,  orangtua dapat memasukkan nasihat dan pandangan bagaimana arah yang baik ketika anak ketika ngefans dengan artis. Ini untuk meminimalisir tidak terjadinya rasa fanatisme yang mengarah ke negatif, yang berujung si anak menjadi tidak bisa dikontrol,” jelas Dosen STAIN Pontianak ini. Pengontrolan terhadap anak adalah kunci yang harus dilakukan orangtua! 

Semua ini akan kembali pada sistem pengontrolan orang tua, memberikan ketegasan mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan.

Termasuklah didalamnya, penekanan terhadap rasa fanatik berlebihan dan dampaknya jika anak tidak bisa mengontrol dirinya dengan baik. “Orang tua harus mewaspadai jika idola anak misalnya mengenakan busana yang terbuka. Disinilah orangtua harus memberikan penjelasan bahwa tak semua kelakuan dari idola bisa diikuti,” cetus penghobi nonton ini. 

Anak harus tahu bahwa apa yang dijelaskan ortu adalah yang terbaik untuknya. Beri penekanan kepada anak bahwasanya mengidolakan seseorang boleh-boleh saja.

Tapi, dia  harus jeli memilih mana yang baik dan tidak bagi dirinya. “Tirulah semangatnya dalam berkarya, dan bukan semata perilakunya,” cetusnya. Karena artis juga manusia biasa, maka mereka tidak terlepas dari kesalahan selama perjalanan hidupnya.

Sumber:
http://www.pontianakpost.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar