Home

April 27, 2012

BUDAYA CEMEN MENGEPUNG NEGERI


Indonesia dikepung budaya cemen dari Korea, dari budaya ini tercipta generasi alay bin labil. Membawa generasi Indonesia jauh dari jati dirinya. Seperti apa sebenarnya dampak dan bahaya nya budaya cemen ini. Fokus kali ini mengupas tuntas tentang rusaknya budaya K-POP melow drama ini dan membandingkan dengan generasi terbaik di masa Rasulullah.

Selain dijajah budaya pop Hollywood dan Bollywood, Indonesia kini juga diserbu Hallyu dari Korea.
Film, musik, dan artis Korsel membanjiri Indonesia dengan segala kemudharatannya. So what??

Apipah (18) hanyalah seorang siswi biasa di SMA Negeri V Tegal. Tapi, remaja Kota “The Gendul” itu fasih bertutur tentang Stairway to Heaven. Bukan lagu slow rock legendaris Led Zeppelin yang liriknya mengkritik paham Barat itu, melainkan serial melodrama (cemen) Korea yang ditayangkan salah satu TV swasta nasional
“Aku fanatik dengan Korea, setiap hari aku tidak pernah melewatkan drama seri Korea di salah satu stasiun TV kita,” celoteh Apipah.


Sebelas-duabelas dengannya adalah Noti Hori Marunda (17). Pelajar SMAN V Tegal ini mengaku,”Aku suka banget dengan Korea, bahkan bisa dibilang fanatik kali ya. Aku punya banyak poster dari Korea terutama Bae Yong Jun, dia Oke Banget”.

Apipah dan Noti tak sendiri. Menurut Eka Karatika, peneliti tentang dampak budaya pop Korea terhadap pelajar di SMAN V Tegal, serbuan budaya Korea berdampak pada gaya hidup (penampilan), tontonan, dan koleksi aksesoris banyak remaja di Kota Bahari.

Sudah jamak dikenal, gaya hidup Korea pada umumnya antara lain: nenggak soju sampai mabuk, makan babi, operasi plastik dan gampang lebay lalu bunuh diri.


Menurut laporan Asosiasi Industri Minuman Keras dan Alkohol Korea (Kalia) pada akhir 2011, penduduk Korea Selatan rata-rata minum 5,8 botol soju per bulan sepanjang tahun 2011, naik sekitar 1 persen dari tahun sebelumnya.

Dalam beberapa tahun terakhir, kasus bunuh diri pesohor meningkat di Korea Selatan. Mulai dari mantan presiden Korsel Roh Moo-Hyu, hingga sejumlah artis muda ternama seperti Woo Seung Yoon (2007), Jang Ja Yeon (2009), Kim Ji Hoo (2008), Choi Jin Sil (2009),Park Yong Ha (2010) dan Song Ji Seon serta Chae Dong Ha (Mei 2011).


Fenomena itu membuat sejumlah media online setempat seperti TVReport dan Star News, menggalakkan kampanye pencegahan bunuh diri bertajuk “Beautiful Korea Living Together”.


Nah, dampak Gelombang Korea yang dicontohkan tadi baru di kota kecil. Bagaimana pula dengan kota-kota besar di Indonesia? “Globalisasi budaya pop Korea atau Hallyu berhasil mempengaruhi kehidupan masyarakat dunia terutama kaum muda dalam beberapa waktu terakhir,” simpul Suray Agung Nugroho, Ketua Program Studi Bahasa Korea Fakultas Ilmu Budaya UGM, dalam seminar “Contemporary Korea: Youthful Spirit” di Jogja, 25 Januari 2011.

Serbuan Korean Wave dimulai tahun 2002 dengan penayangan drama seri berjudul” Endless Love” di TV Indosiar. Tayangan yang mengeksploitasi jiwa alay remaja ini, konon memiliki rating tinggi. Maka, membanjirlah tayangan serupa di TV swasta lainnya hingga saat ini mencapai 50 judul K-drama.

Para artis melodrama itu juga berprofesi sebagai penyanyi. Maka, kesuksesan K-drama diikuti dengan K-POP yang kemudian juga mewabah. Ratusan remaja histeris saat menyaksikan konser K-POP pertama kali di Indonesia bertajuk “ Korean Idols Music Concert Hosted In Indonesia” di Jakarta 4 Juni 2011. Lima artis Korea tampil dalam ajang Kimchi tersebut yaitu Band The Boss, X5, Girls Day, Park Jung Min dan di akhiri dengan Super Junior (SuJu)


Mewadahi kaum pelahap Hallyu, muncullah “Asian Fans Club” (AFC). Blog Indonesia yang mengabarkan infotainment selebritas Korea ini didirikan pada awal Agustus 2009 oleh remaja bernama Santi Ela Sari.

Berdasarkan data statistic dari situs Pagerank Alexa, AFC adalah situs “Korean Intertainment” terbesar di Indonesia. Pengakses situs ini hampir seluruhnya dari Indonesia. Mayoritas wanita berusia kurang dari 25 tahun, yang mengakes internet lewat rumah maupun sekolah.

Sampai 3 Juni 2011, AFC telah dikunjungi hamper 43 juta netter. Artinya, AFC setiap hari dijenguk rata-rata hampir 59 orang.

Anak-anak muda sekarang sangat tahu bagaimana artis dan penyanyi Korea, seperti Shi Min Chul, Super Junior Park Jung Min, The Boss, Girls Generation, X5,N-Sonic. Penampilan mereka di panggung membuat histeris anak-anak muda.

Para fans Hallyu pun mencontek penampilan para artis Negeri Ginseng yang imut, putih dan mulus seperti porselen, wajah di poles cerah, rambut diikat ekor kuda dengan ujung bergelombang, pakai stocking dipadu sepatu ceper,rok, blus atau jas selutut. Ini untuk yang perempuan. Yang pria, biasanya karakter dingin, tak acuh, dengan style Korea seperti di serial melodrama mereka..


Bermunculan pula film-film dan band-band me-too alias peniru Hallyu, seperti film Hello Goodbye. Film produksi Falcon Pictures ini dibintangi Atiqoh Hasiholan, Rio Dewanto, dikolaborasi dengan Eru, Penyanyo Korea. Film ini mengambil lokasi di Busan, Korea Selatan.

Sedang Boysband dan GirlsBand local pengekor misalnya Princessu, CherryBelle, 7icon, Super9boyz, Fame, 6 Stars, dan Soulmate. Tak ketinggalan pula Ayu Rosmalina. Pedangdut ini menyulap namanya jadi Ayu Ting Ting dengan penampilan ala artis Korea. Dia pun menyebut musiknya Korean – Dut.

Herbert J Gans dalam Popular Culture and High Culture: An Analysis and Evaluation of Taste menyebut beberapa identitas budaya popular: berorientasi pro fit, mendangkalkan nalar, mengundang kesenangan sesaat, dan akhirnya mendorong totaliterisme dengan mengondisikan public (penonton, audiens, khalayak, dan pembaca) yang pasif.


Menurut sosiolog Universitas Negeri Jakarta, Robertus Robert, wabah Hallyu sama dan sebangun dengan Globalisasi produk budaya industry Kapitalistik lainnya, seperti McDonald dan Coca-cola dari Amerika. Actor jepang Matsuko Deluxe, dalam sebuah dialog di Nakayoshi Televisi pada 5 Januari 2011, menyebut K-Pop Hanyalah imitasi buruk dari music Amerika.

Seminar “American Popular Culture in Hemispheric and Global Mind” di Fakultas Ilmu Budaya UGM, akhir februari lalu, menyimpulkan, budaya asing terutama dari Amerika Serikat, berpengaruh besar terhadap pembentukan perilaku masyarakat kota Jogja. Pengaruh tersebut bias terlihat dari makanan, alat elektronik, pakaian dan gaya hidup.

Dampak negative itulah yang dikhawatirkan MUI (Majelis Ulama Indonesia) dengan rencana konser Lady Gag bertajuk “The Born This Way Ball”. Lady Gaga salah satu ikon budaya pop terkini.

Saat penjulan tiket konser Lady Gaga mulai dibuka di Plaza FX Jakarta, Sabtu 10 Maret 2012 lalu, ratusan remaja dari berbagai kota tumpah ruah menyerbu. Banyak di antara mereka yang rela antre berjam-jam sebelumnya dan, hanya dalam beberapa jam saja, tiket berharga Rp 600 ribu sampai 2 jutaan selembar ludes terjual.


Maret lalu ketua MUI Bidang Budaya KH Kholil Ridwan, menyatakan HARAM bagi kaum muslimin menonton konser Lady Gaga di Jakarta pada 3 Juni 2012 nanti.
 

Pasalnya, selain memasyarakatkan pornoaksi, penyanyi bernama asli Stefani Joanne Angelina Germanotta itu juga mengusung symbol-simbol Illuminati dari Zionisme.
 

Namun, seruan MUI malah dicemooh kalangan praktisi dan konsumen budaya pop. Bahkan pengamat music Denny Sakrie curiga, jangan-jangan MUI dibayar promoter konser Lady Gaga. (astaghfirullah). “Gue curiganya, promotornya yang bayar MUI untuk menonton (konser). Biar rame aja,” ujarnya seraya tertawa, seperti dikutip kapanlagi.com (21/3)

Menurut Mantan penyanyi Rock, Harry Moekti, budaya jahiliyah seperti budaya pop Barat (Hollywood) maupun Timur (Bollywood dan Hallyu), tidak bias dilawan hanya dengan fatwa haram.


“Budaya pop ini kan produk Ideologi Kapitalisme yang diglobalkan oleh Negara-negara Barat. Untuk melawannya ya harus dengan kekuatan Negara yang menerapkan Ideologi Islam. Penguasa Daulah Islam inilah yang akan melindungi Umat Islam dari serbuan budaya jahiliyah dengan berbagai cara,” tutur penyanyi yang kini jadi pendakwah itu.”

UNTUNG DI SANA BUNTUNG DI SINI

Dengan modal murah meriah, menghasilkan untung melimpah ruah. Prinsip ekonomi kapitalisme inilah yang melatari serbuan Hallyu. Melalui open-sky policy, Indonesia sejak tahun 1990-an meliberalkan diri di bidang audiovisual dan digital. Pengusaha televise pun berlomba-lomba mengimpor produk tayang yang murah namun digemari public. Termasuk film drama dari Korea.


Korea berani menjual harga sebuah drama televise lebih murah seperempat dari harga jepang, dan sepersepuluh dari harga Hong Kong di tahun 2000. Tak ayal, angka ekspor program televisi Korea meningkat secara dramatis. Pada 2007 mencapai US$ 150.950.000 dari sebelumnya US $ 12,7 juta pada 1999. Hingga tahun 2011, sudah 50-an drama Korea telah tayang di layar kaca Indonesia.

Etnews.com, situs berita teknologi informasi Korea, mengutip data The Korean Creative Content Agency, memprediksi, pendapatan Korea dari ekspor Budaya pop, termasuk music, sinetron, dan games, di seantero dunia tahun 2011 berjumlah sekitar 3,8 milliar dollar AS atau sekitar Rp 35 trilliun. Angka ini meningkat 14 persen dibandingkan dengan 2010.

K-POP juga mendongkrak citra Korea. Jutaan orang tertarik berkunjung ke Korea. Termasuk menengok Pulau Nami di Provinsi Gangwon-do yang menjadi lokasi shooting Winter Sonata. Sinetron Korea yang meledak tahun 2002. Choi Jung-eun, staf pengelola Pulau Nami, mengatakan dulu pulau kecil dan sepi itu hanya di kunjungi sekitar 200.000 turis per tahun. Kini pengunjungnya rata-rata 1,6 juta turis setahun. Banyak di antaranya dari Indonesia.

Perwakilan perusahaan Korea pun tumbuh subur di Indonesia. Berdasarkan data Pusat Kebuduyaan Korea di Indonesia, saat ini, ada 1.300 kantor cabang perusahaan Korea yang didirikan di Indonesia. Diantaranya butik kosmetik Korea di Jakarta seperti Skin Food, The Face Shop, dan Missha.

Artis-artis Korea pun jadi Bintang iklan produk Indonesia. Misalnya Rain (Clear), Won Bin (LG InfiniaTV) dan Hyun Bin ( Samsung Smart TV).

Pertanyaannya, apa yang di dapat generasi muda Indonesia? Mereka bukan tambah cerdas, tambah pintar, tapi malah Tambah rusak. Mereka kian liberal. Tak tahu malu. Mereka meniru habis gaya pakaian artis-artis asing.

Walhasil, sudahlah generasi muda Indonesia dirusak dengan budaya Korea, uang bangsa ini pun disedot para Chaebol ( konglomerat) negeri Gingseng.

Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar