Home

April 10, 2012

Banyak Rumah DPR Tak Dipakai, Boros Anggaran?

 

Ini soal fasilitas anggota DPR. Dituduh boros sejumlah kalangan. Sebelumnya ramai soal gedung baru yang mewah, lahan parkir, kursi mewah, biaya perjalanan ke luar negeri yang besar. Dan kali ini, yang sedang disorot adalah soal anggaran pemeliharaan rumah jabatan anggota (RJA). Anggaran pemeliharaan  dinas itu dinilai kelewat mahal.

Adalah  Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra)  yang mempersoalkan anggaran ini pada Selasa 10 April 2012. Anggaran pemeliharaan itu, kata kordinator investigasi Fitra, Uchok Sky Khadafi, masuk dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (Dipa) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2012, untuk  pos Sekretariat Jenderal DPR.


Fitra menyebutkan bahwa dalam daftar itu, anggaran pemeliharaan rumah jabatan untuk para anggota dewan itu mencapai Rp101,1 miliar. Dan itu untuk biaya sepanjang tahun 2012 saja.

Alokasi dana sebanyak itu dipecah dua. "Anggaran untuk pemeliharaan rumah jabatan dan wisma peristirahatan DPR sebesar Rp98 miliar. Ditambah Rp3,1 miliar, menjadi Rp101,1 miliar," beber  Uchok Sky Khadafi kepada para wartawan.

Bukankah anggaran sebesar itu berdasarkan APBN 2012, sementara lewat Undang-undang APBN-P yang baru, anggaran sudah diubah. Artinya, jumlah uang untuk pemeliharaan itu bisa saja tidak sebesar yang dilansir Fitra.
Uchok membenarkan bahwa data itu memang dari APBN 2012, sebelum diubah. Tapi dia punya alasan mempublikasikan data-data itu.“Justru kami buka data-data ini ke publik agar anggaran ini tidak dimasukkan lagi ke anggaran  APBN Perubahan," kata Ucok.

Dia menambahkan bahwa daftar isian proyek itu memang dibuat oleh kementerian keuangan, tapi semuanya tetap atas usulan dari DPR. Masyarakat, lanjutnya, perlu memantau sebab saat ini anggaran versi perubahan itu sedang dibahas.

Yang jelas, lanjutnya, jika mengacu pada data APBN 2012 itu, biaya pemeliharaan rumah dinas itu meningkat tajam dari tahun sebelumnya. Dalam anggaran tahun 2011, katanya, cuma dialokasikan dana Rp50,3 miliar. Dalam APBN 2012 -- yang hendak diubah itu—jumlahnya meningkat tajam menjadi Rp98 miliar.
Dalam anggaran yang belum diubah itu, memang ada rinciannya.  Sejumlah Rp2,9 miliar digunakan untuk 'registrasi kegiatan'. Jumlah itu disebut terlampau besar. "Karena, anggaran registrasi kegiatan sebetulnya untuk pembayaran uang lelah pengelola administrasi pemeliharaan gedung, Wisma Griya Sabha dan komplek RJA DPR," kata Uchok.

Selain itu, sejumlah Rp3,2 miliar dari dana Rp98 miliar itu digunakan untuk keperluan retribusi. Untuk pembayaran restribusi listrik, telepon, gas, dan air Kompleks RJA DPR Ulujami, RJA Kalibata, dan RJA Pimpinan.

Anggaran Rp98 miliar ini paling banyak digunakan untuk pembangunan Rumah Negara. Proyek itu mendapat alokasi sebesar Rp85 miliar. Pembangunan rumah negara itulah yang dipertanyakan. Sebab, “Pembangunan Rumah Negara ini tidak ada penjelasan dari DIPA Setjen," tutur Uchok.

Sementara itu, untuk rehabilitasi sarana kantor di rumah jabatan anggota DPR dianggarkan sebesar Rp2,2 miliar. Pemeliharaan prasarana lingkungan dianggarkan Rp4 miliar, dan pengadaan sarana gedung RJA sebesar Rp373 juta.

Sedangkan dana Rp3,1 miliar dianggarkan untuk pemeliharaan ketertiban umum gedung, kantor, RJA, dan wisma DPR. "Untuk pembayaran honor tenaga pamdal sebanyak 53 orang yang belum diangkat menjadi PNS sesuai standar," ujar Uchok.

Fitra menilai DPR bisa mengalokasikan anggaran yang dinilai boros itu ke program kerakyatan. Apalagi, imbuhnya, banyak anggota DPR yang tidak menempati rumah jabatan itu. "Rumah jabatan itu memang bukan selera kemewahaan para anggota dewan terhormat," sindirnya.

Dituding Boros, Ini Penjelasan BURT
Wakil Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR, Refrizal, membantah keras semua tuduhan soal pemborosan itu. Data yang diumumkan Fitra itu, katanya, sudah tidak update.  Sebab sudah ada Undang-undang APBN-P 2012. Karena undang-undang itu sudah ada, maka otomatis DIPA yang lama itu tidak berlaku lagi.

Refrizal menyesalkan Fitra yang melansir data lama sebelum anggaran baru disepakati. “Kalau mau mengkritisi itu, lebih baik DIPA APBN P 2012,"katanya.

Lagipula, lanjutnya, beberapa pengeluaran dalam daftar proyek APBN 2012 banyak yang sudah dicoret . Dari semua proyek yang dicoret itu,  DPR mengembalikan sekitar Rp237 miliar lebih ke kas negara. "Termasuk Rp101 miliar yang disebut Fitra,"katanya.

Beberapa pengeluaran yang sudah dicoret itu adalah pembangunan rumah negara. Dalam data Fitra, pembangunan ini menelan anggaran sampai Rp85 miliar. Selain itu, imbuh Refrizal, ada renovasi lapangan tenis menjadi lapangan futsal (Rp2,5 miliar), reformasi birokrasi (Rp48 miliar), pemasangan air panas di wisma DPR, renovasi ruang sidang (Rp21 miliar), dan yang lainnya. 

Politisi asal Fraksi PKS itu meminta agar lembaga swadaya masyarakat (LSM) seharusnya memiliki data yang valid sebelum dilempar ke publik, sehingga tidak merugikan DPR.

Dia menyebut contoh rilis Fitra yang lain, yang menyebut kan bahwa anggaran perbaikan pagar DPR yang rusak karena aksi demonstrasi 30 Maret lalu mencapai Rp2 miliar. "Saat saya tanya ke Setjen, paling banyak Rp200 juta. Sekarang begitu juga. Jangan seenaknya saja lah."

Diverifikasi VIVAnews.com soal data yang dilansir Fitra itu,  Sekretaris Jenderal DPR Nining Indra Saleh mengaku tidak tahu. "Saya tidak tahu soal RJA. Nanti saya lihat data-datanya. Saya lagi ditunggu pimpinan," kata Ninin di gedung DPR Selasa 10 April 2012.

Wakil Ketua DPR, Pramono Anung, mengatakan pengeluaran untuk Rumah Jabatan Anggota DPR hanya sekitar Rp30 miliar. "Kita bisa mengecek pengeluarannya benar Rp30 miliar," kata Pramono.

Tapi Pramono mengakui  bahwa memang banyak rumah jabatan itu yang sama sekali  tidak ditempati anggota dewan, padahal biaya renovasi jalan terus. Itulah, kata Pramono, yang menyebabkan pemborosan. Lantaran tidak ditempati itu, lalu ada usulan agar rumah-rumah itu dikembali saja ke negara.

 "Kalau dikembalikan kepada negara, saya yakin itu lebih baik. Kembalikan juga  biaya pemeliharaan rumah anggota yang  tidak digunakan," kata Pram. Dia menegaskan publik tetap harus mengontrol pengunaan dana itu. Apakah dipakai sesuai dengan peruntukannya atau tidak.

Upaya mengembalikan rumah dinas yang tidak terpakai itu memang tidak mudah. Sebab rumah-rumah itu melekat pada jabatan anggota DPR. "Seperti dulu saya menolak mobil jabatan, tapi ternyata tak gampang dan saya tak jadi mengembalikan, " katanya.

Sumber:
http://vivanews.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar