REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Mualin Muntero terlahir dari keluarga Katolik yang taat. Pria kelahiran Timor Leste ini sangat rajin beribadah, sejak usia masih belia.
Saat berusia 8 tahun, secara tidak sengaja dia menemukan sebuah buku bertuliskan bahasa yang tak dipahaminya -- bahasa Arab -- saat hendak pulang dari gereja. Itulah momen perjumpaan pertama Montero dengan Islam.
“Saya tak tahu buku apa yang saya temukan ini, buku ini bertulisan Arab di sertai sebuah tulisan latin. Akan tetapi ada dorongan untuk membawa pulang buku tersebut," ungkapnya kepada republika.co.id, beberapa waktu lalu.
Meski tak tahu buku apa yang ia temukan, rasa penasaran sangat bergejolak di dalam hatinya. Dia pun menanyakan buku tersebut kepada kakaknya. Kebetulan waktu itu kakaknya baru pulang dari Makassar (saat itu ia tinggal di pinggiran Dili, Tomor Leste sekarang). “Saya hanya mendapatkan jawaban bahwa buku tersebut merupakan bukunya orang Islam," ujarnya.
Malam sehabis ia menemukan Alquran tersebut, Montero mendapatkan sebuah mimpi yang aneh. Ia bermimpi mengunjungi sebuah tempat yang sangat indah. Tergambar dalam mimpi itu, sebuah tempat yang dihuni manusia dengan pakaian yang serba putih.
Montero pun menafsirkan tempat tersebut merupakan surga. “Saya tak pernah menemukan tempat yang seindah itu di manapun," ujarnya.
Montero bingung dengan mimpinya. Ada tanda tanya yang tersemat di hatinya.
***
Ketika Montero kelas 6 SD, ia pergi meninggalkan rumahnya. Dia melanjutkan pendidikan di sebuah yayasan yang berada Dili, sebuah yayasan Kristen. Saat sang kakak yang berdomosili di Makassar menjenguknya, dia memaksa untuk turut serta.
Saat itu, Montero sudah mulai mengenal Islam. Namun di lingkungan yang mayoritas beragama Katolik, sumber mempelajari Islam sangat terbatas.
Di Makassar, ia mengenal lebih dalam soal Islam. Di sanalah, ia meyakini mimpi tentang surga saat kecil dulu adalah hidayah yang diberikan Allah untuk membimbingnya pada Islam. Surga dalam mimpinya, sama seperti konsep surga dalam Islam.
Montero makin yakin, Islam adalah agama yang dipilih hatinya. . Montero pun mengucapkan dua kalimah syahadat di Masjid Sultan Alaudin. “Keingin tahuan saya akan arti mimpi tersebut membuat saya berani memutuskan untuk memeluk Islam sebagai agama saya”, akunya.
Setelah memeluk Islam, Montero menimba ilmu di sebuah pesantren di Makasar. Namun hanya sebentar. “Waktu itu saya masih awam dengan ajaran Islam, saya juga hanya masih tahu sedikit mengenai bacaan Alquran. Pola belajar pesantren yang sangat ketattak cocok bagi saya," katanya.
Akhirnya Montero memilih untuk masuk sekolah umum. Bali dipilihnya menjadi tempat dia menyelesaikan pendidikannya.
Selepas menuntaskan pendidikan sekolah menengah pertamanya, Montero meneruskan pendidikannya di Surabaya. Setelah pendidikannya sekolah menengahnya selesai, Montero melanjutkan pendidikan kuliah di Jakarta, guna memperdalam ilmu agamanya.
Kali ini, ia siap untuk masuk pesantren. Montero memutuskan mondok di Pesantren Pembinaan Mualaf Annaba Center. Ia berani memilih pesantren kembali di karenakan pesantren ini di khususkan untuk kaum mualaf dimana Montero juga merupakan seorang mualaf.
“Saya merasa nyaman bila merasa berada di tengah komunitas yang memiliki latar belakang yang sama dengan saya, karena kami semua sama-sama ingin menggali ilmu Islam," katanya pemuda yang kini tengah menyelesaikan pendidikan formalnya di STIMIK Jakarta ini.
Ketika Montero kelas 6 SD, ia pergi meninggalkan rumahnya. Dia melanjutkan pendidikan di sebuah yayasan yang berada Dili, sebuah yayasan Kristen. Saat sang kakak yang berdomosili di Makassar menjenguknya, dia memaksa untuk turut serta.
Saat itu, Montero sudah mulai mengenal Islam. Namun di lingkungan yang mayoritas beragama Katolik, sumber mempelajari Islam sangat terbatas.
Di Makassar, ia mengenal lebih dalam soal Islam. Di sanalah, ia meyakini mimpi tentang surga saat kecil dulu adalah hidayah yang diberikan Allah untuk membimbingnya pada Islam. Surga dalam mimpinya, sama seperti konsep surga dalam Islam.
Montero makin yakin, Islam adalah agama yang dipilih hatinya. . Montero pun mengucapkan dua kalimah syahadat di Masjid Sultan Alaudin. “Keingin tahuan saya akan arti mimpi tersebut membuat saya berani memutuskan untuk memeluk Islam sebagai agama saya”, akunya.
Setelah memeluk Islam, Montero menimba ilmu di sebuah pesantren di Makasar. Namun hanya sebentar. “Waktu itu saya masih awam dengan ajaran Islam, saya juga hanya masih tahu sedikit mengenai bacaan Alquran. Pola belajar pesantren yang sangat ketattak cocok bagi saya," katanya.
Akhirnya Montero memilih untuk masuk sekolah umum. Bali dipilihnya menjadi tempat dia menyelesaikan pendidikannya.
Selepas menuntaskan pendidikan sekolah menengah pertamanya, Montero meneruskan pendidikannya di Surabaya. Setelah pendidikannya sekolah menengahnya selesai, Montero melanjutkan pendidikan kuliah di Jakarta, guna memperdalam ilmu agamanya.
Kali ini, ia siap untuk masuk pesantren. Montero memutuskan mondok di Pesantren Pembinaan Mualaf Annaba Center. Ia berani memilih pesantren kembali di karenakan pesantren ini di khususkan untuk kaum mualaf dimana Montero juga merupakan seorang mualaf.
“Saya merasa nyaman bila merasa berada di tengah komunitas yang memiliki latar belakang yang sama dengan saya, karena kami semua sama-sama ingin menggali ilmu Islam," katanya pemuda yang kini tengah menyelesaikan pendidikan formalnya di STIMIK Jakarta ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar