Home

April 23, 2011

Burung Pipit



Di sebuah taman tinggallah keluarga burung pipit. Mereka bersarang di sebuah pohon yang rindang, di pucuk dekat dahan yang terjulur ke tengah kolam. Ada seekor pipit kecil yang tinggal di sana, sementara kedua induknya terbang bolak-balik untuk mencari makan. Kadang kedua sejoli itu membawa ranting kering untuk penghangat pipit yang baru menetas itu.  Cericit nyaring kerap terdengar, tanda si kecil butuh makan dan butuh kehadiran induknya.


Dua minggu telah berlalu, pipit kecil itu pun sudah mulai dewasa. Bulu-bulu di tubuhnya mulai rapat. Paruhnya pun tampak lebih runcing. Bulu yang muncul di kedua sayap semakin banyak. Itu berarti, sang pipit harus mulai belajar untuk terbang dan mengepakkan saya-sayap kecil di udara. Kedua induk pipit itu pun mulai tak sabar untuk melatihnya terbang beriring. Maka beberapa pekan selanjutnya mulailah mereka mengajak pipit muda itu keluar dari sarang.
"Ayo, sekarang saatnya belajar terbang," cericit ayah pipit kepada anaknya. 'Sayap-sayapmu sudah tumbuh, cobalah kepakkan ke udara.." Namun, sang ayah mendapatkan jawaban pendek. "Aku tak mau belajar terbang. Aku malas." Sang ayah yang sudah bertengger di sisi dahan, kembali menuju sarang. "Kenapa?" tanyanya. "Sayapku masih kecil," jawab si pipit, "Lagipula, aku belum mau terbang. Tempat ini pun terlalu tinggi, tentu sakit sekali jika aku terjatuh."

Mendengar jawaban itu, sang ayah pipit mengepak-ngepakkan sayapnya. Ia terbang berkeliling. Berputar-putar di sekitar sarangnya. Pipit kecil hanya memperhatikan. "Kita bangsa burung, pasti punya sayap. Tapi bukan sayap itu saja yang membuat kita terbang. Tapi, kepakan sayaplah yang membuat kita bertahan di udara. Cobalah, kepakkan sayapmu. Jangan berhenti." Cericit kecil dari induk pipit terdengar ramai. Kepakan sayapnya tak henti-henti.

"Biarkan sayapmu berlatih. Biarkan angin dan udara yang membuatnya kuat. Biarkan sinar matahari yang membuatnya gesit. Biarkan tanah di bawah yang jauh itu sebagai ujiannya." Kepakan sayap ayah membuat si kecil terpesona. Ia mulai bangkit dari sarang dan berjalan meniti dahan. "Biarkan saja air hujan yang jatuh mengenai kedua sayapmu. Jadikan dahan-dahan ini tempatmu berkelit. Jangan pernah berhenti menggerakkan sayapmu jika ingin terbang seperti ayah. Jangan berhenti."

Pipit kecil mulai bergerak. Burung itu mulai mengayuh kedua sayapnya. Plap...plap, sayap mungil itu terangkat perlahan. Plap..plap..plap, badannya mulai naik ke atas. Lihat, si kecil mulai terbang. Ups...badannya mulai oleng sedikit, tapi plap..plap..plap, ia mulai terangkat kembali. Pipit kecil mulai belajar terbang. Ia juga belajar, bahwa angin, udara, sinar matahari, dan dahan-dahan itulah yang menjadi karibnya belajar.

*****************

Teman, begitulah. Setiap mahluk, mempunyai keunikannya masing-masing. Allah menitipkan kepada burung sepasang sayap untuk terbang. Allah juga mengamanatkan sepasang sirip kepada ikan agar mereka berenang. Allah menunjukkan kita tentang sepasang kaki yang kuat dari kuda agar hewan itu dapat berlari kencang, juga memperlihatkan pada kita tentang kokohnya badan gajah saat mereka sedang membawa beban.

Namun, apakah Allah langsung menciptakan burung yang bisa terbang, dan ikan yang terlahir luwes dalam berenang? Apakah Allah juga serta-merta menganugerahi kaki-kaki yang gesit pada kuda, dan badan yang kokoh pada gajah, tanpa membuat hewan itu mengenal arti tentang belajar? Saya kira tidak. Allah menitipkan sayap kepada burung agar mereka terbang, tapi juga menyandingkan sayap itu dengan terpaan angin, dan teriknya matahari agar burung itu dapat bertahan di udara. Allah mengamanatkan sirip pada ikan untuk berenang, tapi juga memberikan derasnya arus, dan lekukan-lekukan karang, agar ikan itu dapat luwes berkelit di dalam air.

Begitupun kita. Allah menitipkan kita banyak kemudahan, tubuh yang sempurna, pikiran yang cerdas, dan beragam kemuliaan yang kita miliki. Tapi, Allah juga menyandingkan semua itu dengan cobaan, terpaan, tantangan, hambatan, dan beragam ujian buat kita. Itu semua, adalah bagian dari perjalanan kita dalam belajar, dalam berusaha. Itu semua adalah bagian dari rencana Allah untuk kita, agar kita memahaminya. Layakkah kita untuk berhenti? Pantaskah kita mudah mengeluh? Saya yakin semua ujian itu adalah rahasia Allah agar kita makin sempurna, pikiran kita semakin terbuka, dan kemuliaan kita makin nampak.

Jangan pernah berhenti "mengepakkan sayapmu" teman. Biarkan cobaan itu membuatmu kuat, biarkan derasnya terpaan itu membuatmu gesit berkelit. Biarkan jiwa-jiwa pemenang itu memenuhi hatimu. Biarkan jiwa-jiwa sabar juga menjadi penyejuk bagimu. Selamat terbang. Selamat tak henti mengepakkan sayap-sayapmu.

Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar