Kadang-kadang kita lupa untuk apa sebenarnya kita menuntut ilmu, dan kita juga lupa apa hukumnya menuntut ilmu dalam agama Islam. Insya Allah artikel ini bisa mengingatkan kembali dan akan menjadi patokan untuk kita melanjutkan perjalanan kita dalam menuntut ilmu, baik ilmu dunia maupun ilmu akhirat....amin ya rabbal alamin
- HUKUM MENUNTUT ILMU.
berusaha menghasilkan segala ilmu, baik dengan jalan menanya, melihat atau mendengar. Perintah kewajiban menuntut ilmu terdapat dalam hadist Nabi Muhammad saw :
"Menuntut ilmu adalah fardhu bagi tiap-tiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan". (HR. Ibn Abdulbari)
Dari hadist ini kita memperoleh pengertian, bahwa Islam mewajibkan pemeluknya agar menjadi orang yang berilmu, berpengetahuan, mengetahuisegala kemashlahatan dan jalan kemanfaatan; menyelami hakikat alam, dapat meninjau dan menganalisa segala pengalaman yang didapati oleh umat yang lalu, baik yang berhubungan dangan 'aqaid dan ibadat, baik yang berhubungan dengan soal-soal keduniaan dan segala kebutuhan hidup.
Nabi Muhammad saw. bersabda :
"Barang siapa menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmunya ; dan barang siapa yang ingin (selamat dan berbahagia) diakhirat, wajiblah ia mengetahui ilmunya pula; dan barangsiapa yang meginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula". (HR. Bukhari dan Muslim)
Islam mewajibkan kita menuntut ilmu-ilmu dunia yang memberi manfaat dan berguna untuk menuntut kita dalam hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan kita di dunia, agar tiap-tiap muslim jangan picik ; dan agar setiap muslim dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan yang dapat membawa kemajuan bagi penghuni dunia ini dalam batas-batas yang diridhai Allah swt. Demikian pula Islam mewajibkan kita menuntut ilmu akhirat yang menghasilkan natijah, yakni ilmu yang diamalkan sesuai dengan perintah-perintah syara'. Hukum wajibnya perintah menuntut ilmu itu adakalanya wajib 'ain dan adakalnya wajib kifayah.
Ilmu yang wajib 'ain dipelajari oleh mukallaf yaitu yang perlu diketahui untuk meluruskan 'aqidah yang wajib dipercayai oleh seluruh muslimin ; dan yang perlu di ketahui untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang difardhukan atasnya, seperti shalat, puasa, zakat dan haji. Disamping itu perlu dipelajari ilmu akhlak untuk mengetahui adab sopan santun yang perlu kita laksanakan dan tingkah laku yang harus kita tinggalkan. Disamping itu harus pula mengetahui kepandaian dan keterampilan yang menjadi tonggak hidupnya.
Adapun pekerjaan-pekerjaan yang tidak dikerjakan sehari-hari maka di wajibkan mempelajarinya kalau di kehendaki akan melaksanakannya, seperti seseorang yang hendak memasuki gapura pernikahan, seperti syarat-syarat dan rukun-rukunnya dan segala yang di haramkan dan dihalalkan dalam menggauli istrinya.
Sedang ilmu yang wajib kifayah hukum mempelajarinya, ialah ilmu-ilmu yang hanya menjadi pelengkap, misalnya ilmu tafsir, ilmu hadist dan sebagainya.
2. MENUNTUT ILMU SEBAGAI IBADAT.
Dilihat dari segi ibadat, sungguh menuntut ilmu itu sangat tinggi nilai dan pahalanya, sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw.
"Sungguh sekiranya engkau melangkahkan kakinya di waktu pagi (maupun petang), kemudian mempelajari satu ayat dari Kitab Allah (Al-Quran), maka pahalanya lebih baik daripada ibadat satu tahun".
Dalam hadist lain dinyatakan :
"Barang siapa yang pergi untuk menuntut ilmu, maka dia telah termasuk golongan sabilillah (orang yang menegakkan agama Allah) hingga ia sampai pulang kembali".
Mengapa menuntut ilmu itu sangat tinggi nilainya dilihat dari segi ibadat?. Karena amal ibadat yang tidak dilandasi dengan ilmu yang berhubungan dengan itu, akan sia-sialah amalnya. Syaikh Ibnu Ruslan dalam
hal ini menyatakan :
"Siapa saja yang beramal (melaksanakan amal ibadat) tanpa ilmu, maka segala amalnya akan ditolak, yakni tidak diterima".
3. DERAJAT ORANG YANG BERILMU.
Kalau kita telah mempelajari dan memiliki ilmu-ilmu itu, apakah kewajiban kita yang harus ditunaikan?.
Kewajiban yang harus ditunaikan ialah mengamalkan segala ilmu itu, sehingga menjadi ilmu yang bermanfaat, baik untuk diri kita sendiri maupun bagi orang lain.
Agar bermanfaat bagi orang lain hendaklah ilmu-ilmu itu kita ajarkan kepada mereka. Mengajarkan ilmu-ilmu ialah memberi penerangan kepada mereka dengan uraian lisan, atau dengan melaksanakan sesuatu amal di hadapan mereka, atau dengan jalan menyusun dan mengarang buku-buku untuk dapat diambil manfaatnya.
Mengajarkan ilmu kecuali memang diperintah oleh agama, sungguh tidak disangkal lagi, bahwa mengajar adalah suatu pekerjaan yang seutama-utamanya. Nabi diutus ke dunia inipun dengan tugas mengajar, sebagaimana sabdanya :
"Aku diutus ini, untuk menjadi pengajar".(HR. Baihaqi)
Sekiranya Allah tidak membangkitkan Rasul untuk menjadi guru manusia, guru dunia, tentulah manusia tinggal dalam kebodohan sepanjang masa. Walaupun akal dan otak manusia mungkin menghasilkan berbagai ilmu pengetahuan, namun masih ada juga hal-hal yang tidak dapat dijangkaunya, yaitu hal-hal yang diluar akal manusia. Untuk itulah Rasul Allah di bangkitkan di dunia ini.
Mengingat pentingnya penyebaran ilmu pengetahuan kepada manusia/masyarakat secara luas, agar mereka tidak dalam kebodohan dan kegelapan, maka di perlukan kesadaran bagi para mualim, guru dan ulama, untuk beringan tangan menuntun mereka menuju kebahagian dunia dan akhirat. Bagi para guru dan ulama yang suka menyembunyikan ilmunya, mendapat ancaman, sebagaimana sabda Nabi saw.
"Barang siapa ditanya tentang sesuatu ilmu, kemudian menyembunyikan (tidak mau memberikan jawabannya), maka Allah akan mengekangkan (mulutnya), kelak dihari kiamat dengan kekangan ( kendali) dari api neraka".(HR Ahmad)
Marilah kita menuntut ilmu pengetahuan, sesempat mungkin dengan tidak ada hentinya tanpa absen sampai ke liang kubur, dengan ikhlas dan tekad mengamalkan dan menyumbangkannya kepada masyarakat, agar kita semua dapat mengenyam hasil dan buahnya.
Sumber :
Buku Ilmu fiqih Islam, karangan Drs.H.Moh.Rifai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar