Home

April 23, 2011

Cuci Otak (brainwashing)



Cuci otak (brainwashing) kini dianggap menjadi ancaman akibat dari penyalahgunaan metode cuci otak untuk tujuan negatif oleh brainwasher. Padahal dalam ukuran kecil hampir semua orang secara tidak sadar pernah mengalami cuci otak. Contohnya ketika akan menjadi mahasiswa ada Ospek, sebelum menjadi PNS ada diklat Prajab, sebelum menjadi anggota organisasi menjalani diklat yang sesuai visi dan misi organisasi yang diikutinya, zaman dulu penataran P4 hingga ratusan jam kepada warga negara, dan kadang-kadang seseorang tidak sadar membeli barang yang tidak dibutuhkan setelah dicuci otaknya, dibujuk rayu oleh penjual barang. Apabila cuci otak tersebut dilakukan untuk tujuan positif dapat meningkatkan semangat kerja, loyalitas, nasionalisme, dan keyakinan yang kuat terhadap suatu agama yang dianut.


Cuci otak adalah usaha menghilangkan pikiran orang lain secara sistematis atau upaya rekayasa pembentukan ulang tata berpikir dengan cara persuasif, memaksa, tindakanindoktrinasi yang bertujuan menggantinya dengan suatu set tata nilai baru. Otak harus dikondisikan siap menerima ide secara permanen. Kenapa perlu cuci otak, ibarat otak kita telah diisi (install) suatu program perangkat lunak (software) harus dihapus (uninstall) dulu hingga kosong (blank) sebelum diisi software baru. Apabila tidak dihapus maka besar peluang konflik antara pemahaman yang lama dan baru atau ide yang baru tidak dapat permanen.
Brainwashing harus dilakukan sistematik dan tidak boleh ada jeda waktu. Pencucian dilakukan oleh beberapa brainwasher dengan argumentasi yang sangat meyakinkan demi meng-uinstall pemahaman lama. Orang yang sedang dicuci otak seperti diculik karena rangkaian kegiatan yang tidak boleh ada jeda dan pengaruh orang lain selama proses pencucian.
Praktik cuci otak ini cocok (efektif) bagi orang dewasa dan dapat untuk banyak hal, tidak hanya pemahaman agama. Anggota DPR yang suka nonton video porno di saat sidang dapat juga dicuci otaknya untuk menghilangkan kebiasaan buruk. Dulu, awal tahun 1990-an metode cuci otak ini dilakukan kepada para mahasiwa dan berhasil mengubah kebiasaan buruk. Sasarannya adalah beberapa mahasiswa yang istilah gaulnya STMJ (Shalat Tertib Maksiat Jalan), beribadah tapi mabuk, koleksi gambar saru dan sebagainya. Waktunya pun relatif singkat kurang dari 24 jam, tanpa diberi kesempatan untuk tidur dan istirahat.
Mahasiswa yang mencampuradukkan dalam kehidupan sehari-hari antara ibadah dan maksiat tersebut pada umumnya pemahaman tentang konsep ketuhanan buruk, tingkat keyakinan rendah, asal ikut-ikutan, beragama karena warisan orang tuanya. Nah, tujuan cuci otak adalah memantapkan pemahaman tentang konsep ketuhanan yang Mahaesa pada mereka, dan membuat yakin hanya Tuhan yang benar dan perlu ditakuti, tentang mazhab dan agama yang diikuti terserah mereka.
Waktu 24 jam dibagi tiga bagian dan brainwasher yang menyampaikan tema berbeda tiap bagiannya. Bagian pertama memberikan pemahaman semua agama adalah benar dan Tuhan jumlahnya banyak sekali  dengan segala macam argumentasi pembenar. Mahasiswa sebagai peserta diajak debat, dibantah argumentasinya hingga pada akhir perdebatan disimpulkan bahwa semua setuju/yakin bahwa semua agama benar dan Tuhan jumlahnya memang banyak.
Bagian kedua brainwasher yang lain menyampaikan materi bahwa semua agama adalah salah dan Tuhan tidak ada. Informasi tentang agama dan adanya Tuhan selama ini hanya berita bohong dan menyampaikan dasar-dasar pemikiran kaum atheis. Bagian ini paling seru perdebatannya dan peserta tidak boleh meninggalkan forum diskusi dengan alasan menghindari fitnah, bahwa brainwasher-nya atheis ke pihak luar forum diskusi. Perdebatan diakhiri setelah semua setuju/yakin bahwa semua agama salah dan Tuhan tidak ada.
Bagian ketiga adalah pengosongan (uninstall) dan pengisian kembali (reinstall) pemahaman baru setelah melewati bagian satu dan dua, peserta dalam keadaan bingung (otak kosong). Bagian ketiga paling penting dalam proses pencucian otak yang akan menentukan keberhasilan pengisian pemahaman baru, akan diisi dengan hal positif atau negatif. Brainwashing ibarat pisau, akan digunakan hal positif atau negatif tergantung brainwasher. Apabila bagian ketiga ini di otaknya di-install dengan pemahaman dan keyakinan seyakin-yakinnya bahwa Tuhan itu ada dan selalu mengawasi alam beserta seluruh isinya, manusia WAJIB menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, maka tidak ada alasan bagi mereka untuk berbuat buruk dan curang (apa pun agamanya).

Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar