Home

Maret 04, 2012

Tujuan Hidup di Muka Bumi ini Hanya Satu


Jarang orang merumuskan tujuan hidupnya. Merumuskan apa yang dicari dalam hidupnya, apakah hidup­nya untuk makan atau makan untuk hidup. Banyak orang sekedar menjalani hidupnya, mengikuti arus kehidupan, terkadang berani melawan arus, dan menyesuaikan diri, tetapi apa yang dicari dalam melawan arus, menyesuaikan diri dengan arus atau dalam pasrah total kepada arus, tidak pernah dirumuskan secara serius. Ada orang yang sepanjang hidupnya bekerja keras mengumpulkan uang, tetapi untuk apa uang itu dan mau dibuat apa… baru dipikirkan setelah uang terkumpul, bukan dirumuskan ketika memutuskan untuk mengumpulkannya. Ada yang ketika mengeluarkan uang tidak sempat merumuskan tujuannya, sehingga hartanya terhambur-hambur tanpa arti. Ini adalah model orang yang hidup tidak punya konsep hidup.

Makna tentang tujuan hidup sampai kapan pun masih tetap penting untuk direnungkan. Bagaimanapun seorang Muslim mesti sadar bahwa hidup di dunia ini bersifat sementara tidak kekal bahkan terlalu amat singkat. Kita cuma diberikan kesempatan yang sangat sebentar, bagaikan seorang musafir yang berhenti di sebuah oase, setelah istirahat sebentar dia mempersiapkan perbekalan lalu melanjutkan perjalanan menuju tujuan akhir…alam keabadian.

Rumusan tujuan hidup yang didasari pada nilai ajaran agama menempati posisi sentral, yakni orang yang hormat dan tunduk kepada nilai-nilai agama yang diyakininya, melalui pemahaman yang benar dan matang terhadap ajaran agama.

Menurut ajaran Islam, tujuan hidup manusia ialah untuk menggapai ridha Allah.

Allah berfirman,

“Dan diantara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya” (Al-Baqarah [2]: ayat 207)

Ridha artinya senang. Jadi segala pertimbangan tentang tujuan hidup seorang Muslim, berujung kepada apakah yang kita lakukan dan apa yang kita gapai itu sesuatu yang disukai atau diridhai Allah SWT atau tidak. Jika kita berusaha memperoleh ridha-Nya, maka apapun yang diberikan Allah kepada kita, kita akan menerimanya dengan ridha (senang) pula.

Kita bisa mengetahui sesuatu itu diridhai atau tidak oleh Allah. Tolok ukur pertama adalah syariat atau aturan yang ditetapkan dalam agama kita, sesuatu yang diharamkan atau dilarang oleh Allah pasti tidak diridhai dan bila kita melakukannya atau melanggarnya kita akan mendapat dosa; dan sesuatu yang halal atau diperintahkan agama pasti diridhai yang apabila kita mengerjakannya kita akan mendapat pahala. Selanjutnya nilai-nilai akhlak akan menjadi tolok ukur tentang kesempurnaan, misalnya memberi kepada orang yang meminta-minta dijalanan karena kebutuhan adalah sesuatu yang diridhai-Nya; tidak memberi tidak berdosa tetapi kurang disukai oleh Allah SWT.

Indikator ridha Allah juga dapat dilihat dari dimensi horizontal.

Nabi bersabda,

“Bahwa ridha Allah ada bersama ridha kedua orang tua, dan murka Allah ada bersama murka kedua orang tua”.

Semangat untuk mencari ridha Allah sudah barang tentu hanya dimiliki orang-orang yang beriman, sedangkan bagi mereka yang tidak mengenal Tuhan, tidak mengenal agama, maka boleh jadi pandangan hidupnya dan prilakunya sesat, tetapi mungkin juga pandangan hidupnya mendekati pandangan hidup orang yang beragama…, karena toh setiap manusia memiliki akal yang bisa berfikir logis dan hati yang di dalamnya ada nilai kebaikan.

Ma’a syiraa Muslimin wal muslimat rahimmakumullah,

Sebaik apapun manusia… selama dia kafir…maka amalan-amalan mereka tidak diterima dan tidak dinilai oleh Allah, sia-sia belaka akibat kekafiran mereka, bagai debu yang berterbangan.

Allah berfirman,

Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya (An-Nur[24]: ayat 39)

Metode untuk mengetahui ridla Allah SWT juga diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW dengan cara bertanya kepada hati sendiri. Orang bisa berdusta, berbohong dan mengelabui orang lain, tetapi ia tidak dapat melakukannya kepada hati sendiri. Hanya saja hati orang berbeda-beda. Hati yang gelap, hati yang kosong, dan hati yang mati, sulit dan bahkan tidak bisa ditanya. Hati juga kadang-kadang tidak konsisten, oleh karena itu…pertanyaan yang paling tepat kepada hati nurani, Nurani berasal arti kata nur, cahaya. Orang yang nuraninya hidup maka ia selalu sambung dengan ridha Tuhan. Problem hati nurani adalah cahaya nurani sering tertutup oleh keserakahan, egoisme, dan kemaksiatan.

Menurut ajaran Islam, tugas pokok hidup manusia, sepanjang hidupnya hanya satu tugas, yaitu beribadah kepada Allah, Sang Pencipta. Allah berfirman dalam kitab suci al Qur’an yang berbunyi ” (al_Drariat [51]: ayat 56) yang artinya

“Tidaklah Aku menciptakan Jin dan Manusia kecuali untuk menyembah kepada-Ku”.

Menjalankan ibadah bukanlah tujuan hidup, tetapi merupakan tugas yang harus dikerjakan oleh mahluk Allah sepanjang hidupnya. Ibadah mengandung arti untuk menyadari dirinya kecil tak berarti, meyakini kekuasaan Allah Yang Maha Besar, Sang Pencipta, dan disiplin dalam kepatuhan kepada-Nya. Oleh karena itu orang yang menjalankan ibadah mestilah bersikap rendah hati, tidak sombong, menghilangkan egoisme dan Istiqamah untuk terus berupaya agar selalu dalam ridla dan bimbingan-Nya. Itulah etos ibadah. Ibadah ada yang bersifat murni, yakni ibadah yang hanya memiliki satu dimensi, yaitu dimensi vertikal, patuh tunduk kepada Allah Yang Maha Kuasa, seperti shalat dan puasa. Ibadah juga terbagi menjadi dua klasifikasi; ibadah wajib dan ibadah sunnah. Ibadah wajib adalah yang bersifat baku yang ketentuannya langsung dari wahyu atau dari Nabi Muhammad SAW ,yaitu perintah shalat 5 waktu, Puasa, Zakat (zakat fitrah, zakat mal) bagi yang telah memenuhi syaratnya, dan ibadah haji bagi yang mampu.

sedangkan ibadah sunnah adalah semua perbuatan yang baik, dikerjakan dengan niat baik dan dilakukan dengan cara yang baik pula.

Manusia memiliki dua peran utama di dunia ini:

pertama sebagai hamba Allah, dan peran kedua sebagai khalifah (Wakil) Allah di muka bumi. Sebagai hamba Allah manusia adalah kecil dan tidak memiliki kekuasaan, oleh karena itu tugasnya hanya menyembah kepada-Nya dan berpasrah diri kepada-Nya.

kedua, sebagai khalifah di Bumi, manusia diberi fungsi, peran yang sangat besar, karena Allah Yang Maha Besar maka manusia sebagai wakil Allah di muka bumi memiliki tanggungjawab dan otoritas yang sangat besar. Sebagai khalifah manusia diberi tugas untuk mengelola alam semesta ini untuk kesejahteraan manusia Oleh karenanya manusia dituntut beramal shalih, menghindari dosa, menyuruh berbuat baik, melarang berbuat mungkar, jujur dan menghiasi diri dengan sikap yang dianjurkan oleh agama Islam.

Setiap manusia yang lahir di dunia ini sesuai kodratnya tidak ingin hidupnya menderita, baik berupa penderitaan lahir maupun matin. Kita manusia sebagai makhluk Allah SWT diberi kesempatan oleh Allah untuk hidup didunia ini hanya sekali, oleh karena itu didalam menjalani kehidupan di dunia yang fana ini, apa-apa yang kita kerjakan dan usahakan harus ada manfaatnya bagi orang lain, minimal bermanfaat bagi lingkungan terkecil dalam keluarga, lebih luas lagi bermanfaat bagi masyarakat di sekitar kita dan kalau memungkinkan bermanfaat bagi nusa dan bangsa.

Didalam Islam sudah jelas digambarkan bahwa kehidupan ini tidak hanya di dunia ini saja, tapi ada kehidupan yang jauh lebih penting yaitu kehidupan akhirat yang amat panjang tanpa batas, kehidupan yang hakiki, yang abadi, selamanya. Agar hidup kita penuh makna dan bermanfaat bagi orang banyak, maka kita harus punya “mimpi” yang kuat agar tercapai apa yang kita inginkan dan kita cita-citakan tersebut, yaitu bahagia di dunia dan di akhirat, seperti do’a yang sering kita panjatkan kehadirat Allah SWT:

Dan di antara mereka ada orang yang bendo’a: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka” (Al-Baqarah [2]: ayat 201)

Coba renungkan dalam lingkungan kerja kita sehari-hari, apapun jenis perusahaan dimana kita bekerja…. Masing-masing perusahaan mesti punya visi dalam mendirikan perusahaan tersebut, ada yang punya visi (cita-cita/keinginan):

* Menjadi Perusahaan yang unggul tidak hanya di Indonesia, tapi juga di Asia
* Menjadi Perusahaan yang mempunyai pelanggan terbanyak di Indonesia
* Menjadi Perusahaan yang meraih untung tertinggi di Indonesia
* Menjadi perusahaan yang 100% komponennya buatan dalam negeri, dll

Dalam scope terkecil dalam keluarga yang Islami, kita juga harus punya cita-cita / keinginan yang kuat agar kita dan keluarga kita bahagia di dunia dan bahagia di akhirat. Inilah yang benar-benar kita inginkan, kita rindukan, kita impikan dengan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk meraihnya.

Allah berfirman,

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (At-Tahrim [66]: ayat 6)

Ayat tersebut jelas sekali bahwa Allah SWT menyuruh kepada segenap orang-orang yang beriman agar dijauhkan diri kita dan keluarga kita dari sentuhan api Neraka, yang bahan bakarnya dari manusia dan batu. Bahan bakar manusia disini adalah manusia-manusia yang kafir, manusia-manusia yang munafik maupun yang musrik. Mereka sudah hanyut dengan tipu daya syaitan-syaitan yang memang pekerjaannya menjerumuskan manusia sebanyak-banyaknya untuk memasuki Neraka yang abadi.

Kita hidup didunia ini sebagai muslim harus jelas apa yang kita impikan, yaitu ingin meraih “Surga” yang abadi. Untuk mencapai Surganya Allah ini tidak gratis, tidak secara kebetulan begitu saja…tapi harus penuh pengabdian, penuh perjuangan, penuh kesabaran sebagai manusia yang “bertaqwa”.

Coba kita urutkan dari belakang, apakah kita sudah memenuhi syarat untuk mendapatkan rahmat Allah SWT sehingga bisa memasuki Surganya Allah SWT?

* Seseorang yang akan masuk Surga (alam ke-6), maka disaat memasuki alam pengadilan Allah nanti di Padang Mahsyar (alam ke-5), akan menerima catatan amal dengan tangan kanan.
* Seseorang yang akan menerima catatan dengan tangan kanan tersebut, maka yang bersangkutan akan mendapatkan kebahagiaan selama di alam khubur / alam Barzah (alam ke-4).
* Seseorang yang akan memperoleh kebahagiaan selama dialam khubur, maka disaat kematiannya, mati dalam keadaan “khusnul khatimah” (kematian yang baik).
* Seseorang akan memperoleh khusnul khatimah…maka tingkah laku sehari-hari dalam menjalankan hidup ini harus selalu dijalan Allah SWT, yaitu sebagai hamba Allah SWT yang beriman dan beramal shalih.
* Seseorang yang beriman dan beramal shalih selama hidup di dunia ini (alam ke-3), itulah hamba-hamba Allah yang bertaqwa.
* Hamba-hamba Allah yang bertaqwa adalah hamba-hamba Allah yang menjalankan Islam secara kaffah (secara menyeluruh), yaitu mentaati perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan Allah SWT.
* Tanda-tanda hamba-hamba Allah SWT yang bertaqwa salah satunya adalah seseorang tersebut “khusuk” dalam setiap mendirikan shalat, baik shalat wajib maupun yang sunah.
* Salah satu tanda bahwa seseorang itu khusuk dalam shalatnya adalah orang tersebut banyak bersyukur, suka berinfaq dalam keadaan apapun, sabar setiap menghadapi masalah dan bisa menahan amarah.

Dalam salah satu hadits disebutkan bahwa yang pertama-tama dihisab dihadapan Allah SWT di alam pengadilan nanti adalah “bagaimana shalat kita”:

* Jika shalat kita baik ( didirikan dengan khusuk dan tuma’ninah), maka baik pula seluruh amalan kita.
* Jika shalat kita jelek ( dikerjakan sekedar gugur kewajiban dan tergesa-gesa), maka jelek pula seluru amalan-amalan kita, apalagi bagi mereka yang meninggalkan shalat.

Disimpulkan bahwa barometer baik-tidaknya seseorang dimata Allah SWT adalah bagaimana shalat yang selama ini kita dirikan untuk menghadap-Nya, coba kita introspeksi diri kiita masing-masing… apakah shalat kita khusuk iman atau hanya khusuk munafik? Wallahu alam. Berbekal “khusuk Iman “ inilah yang bisa menghantarkan kita menuju Surganya Allah SWT.

Sumber:
http://www.teguhbayu.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar