Home

Maret 23, 2012

KPK Disayang, KPK Digoyang



Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus digoyang, mulai dari isu perpecahan pimpinannya hingga kerencana DPR merevisi Undang-undang No.30 Tahun 2002 tentang KPK. Dua isu ini menggambarkan betapa KPK disatu sisi dibutuhkan di sisi lain dimusuhi.

KPK dibutuhkan lantaran keberadaannya ibarat Oasis di padang tandus. KPK hadir disaat krisis kepercayaan masyarakat kepada dua lembaga penegak hukum yaitu kepolisian dan kejaksaan dalam hal penegakan hukum.

Kehadiran KPK bak air penyegar bagi masyarakat yang haus akan penegakan hukum yang berkeadilan dan berke-Tuhanan Yang Maha Esa. Kata berkeadilan dan berke-Tuhanan Yang Maha Esa kini seolah menjadi barang langka dalam penegakan hukum di negeri ini.

Saking langkanya, masyarakat seperti apatis terhadap penegakan hukum. Mereka tidak percaya hukum yang didengung-dengungkan sebagai panglima benar-benar berada di posisi terdepan. Polisi, jaksa dan hakim, bahkan pengacara bukannya mengawal hukum agar tetap menjadi panglima justru malah bermain-main dengan hukum.

Tidak sedikit polisi, jaksa, hakim dan pengacara yang diadili karena menjadi makelar kasus (markus) alias menerima suap. Masih kuat ingatan kita dengan kasus Gayus Tambunan yang kemudian menyeret Jaksa Cirus Sinaga. Cirus divonis lima tahun penjara karena menghilangkan pasal korupsi saat mendakwa Gayus dalam kasus markus pajak.

Hakim pengawas Pengadilan Niaga, Jakarta Pusat, Syarifuddin, divonis empat tahun penjara karena terbukti menerima suap Rp250 juta dari kurator PT Skycamping Indonesia, Puguh Wirawan, saat menangani perkara kepailitan. Polisi yang menerima suap pun banyak dan sudah bukan rahasia umum lagi.

Contoh kasus-kasus itu membuktikan betapa hukum di negeri ini dipermainkan. Inilah yang akhirnya memunculkan sikap ketidakpercayaan dan apatisme masyarakat terhadap lembaga-lembaga penegakkan hukum tadi.

Kini, KPK menjadi tumpuan untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat. Saat KPK dijabat Taufiqurrahman Ruki, Ketua KPK pertama, memang tidak banyak perkara besar yang menyita perhatian masyarakat muncul ke permukaan.
Namun, Ruki berhasil membawa citra KPK sebagai lembaga pemberantasan korupsi yang dipercaya. Penataan dan penguatan KPK terus diupayakan termasuk usulan penyidik independen--walaupun hingga kini tidak pernah terwujud.

Pasca-Ruki, kepimpinan KPK beralih ke pundak Antasari Azhar. Gaung pemberantasan korupsi sangat terasa semasa kepemimpinannya. Jaksa Urip Tri Gunawan, misalnya, yang merupakan koleganya di Kejaksaan Agung diseretnya ke Pengadilan Tipikor dalam kasus BLBI. Ia divonis 20 tahun penjara karena menerima suap dari Arthalyta Suryani alias Ayin.

Bahkan, baru pertama kali di republik ini seorang besan kepala negara, Aulia Pohan, diadili dalam kasus aliran dana Bank Indonesia. Kinerja lembaga ad hoc itu terus mendapatkan pujian dan dukungan. Namun, di lain pihak, KPK dianggap sebagai lembaga super bodi dan kebablasan yang harus dihentikan paling tidak dilemahkan.

Salah satu upaya pelemahan KPK, misalnya, disebut-sebut dalam kasus Anggodo Widjojo yang divonis 10 tahun penjara di Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi. Sebelumnya, Anggodo dihukum empat tahun penjara di pengadilan negeri, dan lima tahun penjara di pengadilan banding.

Anggodo melakukan pemufakatan jahat dengan Ari Muladi untuk menyuap pimpinan dan penyidik KPK lebih dari Rp5 miliar. Suap ini untuk menggagalkan penyidikan perkara korupsi Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Departemen Kehutanan yang melibatkan kakaknya, Anggoro Widjojo.

Lainnya, upaya pelemahan KPK disebut dalam kasus dua pimpinan KPK Bibit Samad Riyanto dan Chandra Hamzah. Mereka ditetapkan sebagai tersangka kasus penyalahgunaan wewenang dan jabatan oleh penyidik Polri. Di Kejaksaan Agung, Bibit dan Chandra dikenakan pasal penyuapan dan pemerasan.
Tetapi, perkara keduanya tidak sampai ke pengadilan. Akhirnya, Kejagung mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP). Karena menerbitkan SKPP, Anggodo menggugat Kejagung secara praperadilan dan menang. Alhasil, perkara Bibit dan Chandra harus diproses di pengadilan tetapi itu tidak pernah terwujud.

Kasus Bibit dan Chandra ini tak lama setelah perkara Ketua KPK Antasari Azhar. Perkara Antasari cepat bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan dibui 18 tahun penjara dengan dakwaan mendalangi pembunuhan Direktur PT Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen.
Tidak ada bukti memang apakah kasus Antasari, Bibit dan Chandra sebagai upaya pelemahan KPK atau bukan. Tetapi, kasus-kasus itu muncul dan dianggap sebagian orang sebagai konspirasi atau skenarionya orang-orang kuat untuk melemahkan dan bahkan mungkin membubarkan KPK.

Kewenangan Menindak
Kini, KPK kembali digoyang isu rencana revisi UU No.30 Tahun 2002 oleh Komisi III DPR. Diwacanakan, KPK nanti tidak lagi diberi kewenangan menindak melainkan hanya pencegahan. Jika ini benar, maka tidak akan ada lagi penyelenggara negara seperti angota DPR, mantan menteri, bupati dan walikota, yang diduga korupsi, diperiksa KPK untuk diseret ke Pengadilan Tipikor.
Dengan begitu, kasus-kasus korupsi penanganannya akan kembali ke kepolisian dan kejaksaan. Rencana revisi UU KPK oleh Komisi III DPR ini mendapat penentangan, masyarakat, karena seharusnya lembaga tersebut dikuatkan dengan menambah kewenangan, misalnya, penyadapan bukan sebaliknya dikurangi kewenangannya.

Sebenarnya, KPK di bawah kepemimpinan Abraham Samad memberikan harapan baru bagi masyarakat pasca kasus-kasus yang membelit komisioner lembaga pemberantasan korupsi itu. Sebelumnya, KPK di bawah kepemimpinan Busyro Muqodas juga banyak menyeret menyelenggara negara, tetapi tidak menyentuh orang-orang kuat yang tengah berkuasa.

Sebut saja kasus Johny Alen Marbun yang tidak pernah diusut KPK. Kasus dana talangan Bank Century, KPK juga terkesan mengabaikan. Dengan alasan tidak ada bukti, kasus dana talangan Bank Century yang sudah direkomendasikan DPR, akhirnya berlalu begitu saja. Dampaknya, kepercayaan publik kepada KPK perlahan seperti menurun. KPK dituding tebang pilih dalam penanganan kasus-kasus korupsi.

Abraham Samad cepat menjawab itu. Kasus dana talangan Bank Century pun kembali diselidiki menyusul verfikasi BPK dan kunjungan sejumlah anggota DPR yang memberikan data. Orang dari partai penguasa, Muhammad Nazaruddin, juga diseret dalam kasus dugaan korupsi proyek wisma atlet, Palembang. Namun sayang, tatkala kasus ini menjalar ke orang-orang kuat lainnya dari partai penguasa, KPK seperti kehilangan keberaniannya.

Sebut saja kasus korupsi wisma atlet yang menyeret Angelina Sondakh, hingga kini tidak jelas proses hukumnya. Sejak diumumkan sebagai tersangka, pada 3 Februari lalu, KPK belum sekalipun memeriksa Angie sebagai tersangka. Angie kini kembali bertugas di kantornya, DPR.

Beredar kabar dalam penanganan kasus Angie ini, KPK tidak satu suara alias tak kompak. Para komisionernya diberitakan terpecah. Ada kubu yang kontra penetapan Angie sebagai tersangka dengan alasan belum cukup bukti. Namun, ada komisioner yang yakin sudah cukup bukti Angie ditetapkan sebagai tersangka.

Lainnya, kabar pembangkangan para penyidik KPK terhadap Abraham. Beberapa di antara penyidik ditarik ke instutusinya karena alasan normatif. Tetapi, ada juga alasan bahwa pengembalian penyidik untuk menjaga independensi penanganan perkara di KPK. Sebab, ada beberapa penyidik yang memiliki kedekatan hubungan dengan tersangka-tersangka.

Rumor-rumor tersebut pun dijawab para komisioner KPK. Mereka mengaku tetap solid dan tidak ada perpecahan. Para pimpinan KPK, Abraham, Busyro dan Bambang Widjojanto saling bergenggam tangan menunjukkan ke publik bahwa mereka tetap kompak. Tetapi, publik tetap merasakan ketidakompakan mereka.

Dalam sebuah tayangan televisi swasta, Iwan Piliang, salah satu pesertanya menyebutkan, bahwa Abraham Samad mengaku kini sendirian. Kalau itu, benar, maka jangan harap kasus-kasus yang melibatkan orang-orang kuat di negeri ini akan bergulir di Pengadilan Tipikor dan bahkan untuk dipenjarakan. Jangan harap keadilan dan jangan harap juga hukum menjadi panglima. Abaraham Samad seyogyanya istiqomah dan pantang surut melangkah karena rakyat bersama orang-orang yang berani menegakkan kebenaran. [yeh]
 
Sumber:
http://inilah.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar