Home
Maret 16, 2012
Pacaran? Bagian Ketiga
Nah Bro! Jadi kalo kalian dah tahu lebih jauh, mendingan tiggalin tuh yang namanya pacaran. Kalian semua harus punya prinsip n’ komitmen biar gak kejerumus ama yang begituan.
SUSAH .......!!!!
Eit, jangan bilang susah!
Bro! Tahu gak kinerja otak kita itu 85%-nya diatur oleh alam bawah sadar kita dan hanya 15% yang dilakukan dalam keadaan sadar. So, kita harus bisa memberi sugesti positif pada alam bawah sadar kita biar yang dikeluarkan oleh alam bawah sadar kita itu selalu yang positif bukan yang negatif. Kita harus punya komitmen, bilang pada diri kita bahwa kita BISA so kita pasti bisa ngerubah itu semua. Btul gak?
Klo tetap gak bisa trus gimana ?
(klo kata bang Roma “TERLALU”)
Memang untuk bisa ngerubah suatu hal pasti harus dengan disertai NIAT yang kuat. Ingat hadist Rasulullah SAW dari amirul mu’minin Abi Hafs bin Al-Khattab r.a. berkata “Bahwasanya segala amal perbuatan tergantung pada NIAT, dan bahwasanya bagi tiap-tiap orang apa yang ia niatkan. Barang siapa yang hijrah karena menuju (ridho) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa hijrah karena dunia (harta atau kemegahan dunia), atau karena seorang wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya itu kearah yang ditujunya.” (HR Bukhari – Muslim).
Nah kalo niat kita sudah kuat, Insyaallah, Allah akan memberikan jalan-Nya.
Guys! Coba kalian baca kisah temen kita yang insyaallah bisa diambil ibrohnya.
biar lebih dramatis lagi saya bikin namanya mirip dengan tokoh novel “Ayat-ayat Cinta”. (he....he.....he) Kang ABIK maaf nih nama tokohnya dipake dulu! Gak apa-apa khan?
Saat itu Fahri dan Aisyah masih duduk di bangku kelas 1 SMA, keduanya saling berkenalan pada masa orientasi siswa SMA. Memang masa-masa SMA adalah masa-masanya peralihan untuk setiap orang baik laki-laki maupun perempuan. Fahri adalah seorang siswa kelas 1-5, ia dikenal pintar dan berwajah rupawan, banyak teman-temannya satu sekolah mengaguminya salah satunya adalah Aisyah.
Aisyah adalah seorang siswi kelas 1-3, ia merupakan siswi yang paling berpengaruh di SMAnya, wajar saja Aisyah kan seorang ketua OSIS disana. Hampir dua semester Aisyah mengenal Fahri, mereka berdua sering ngobrol bareng saat jam istirahat. Pada akhirnya Fahri-pun membuka perasaannya pada Aisyah, tanpa pikir panjang Aisyah pun menerima Cinta Fahri. Mereka berdua semakin terlihat serius dengan hubungan mereka, mulai dari pulang bareng + gandengan tangan, ngobrol berduaan, dll. Sehingga akhirnya prestasi merekapun turun baik Fahri maupun Aisyah.
Melihat banyaknya fenomena tersebut, tergeraklah hati para aktivis di SMA tersebut untuk menyadarkan para kawula muda khususnya siswa dan siswi di SMA tersebut. mereka gencar mengadakan seminar-seminar tentang Ghozwul Fikri (Perang Pemikiran) dan dampak yang ditimbulkan.
Awalnya Fahri dan Aisyah tidak mau mendatangi seminar-seminar tersebut mereka berfikir bahwa itu semua tidak ada gunanya. Tetapi dengan kesabaran, doa, dan tarbiyah (pendidikan) yang terus dilakukan oleh para aktivis disana, Akhirnya membuahkan hasil. Banyak siswa dan siswi yang mulai berubah, mereka semakin tertarik dengan kajian-kajian yang diselenggarakan oleh para aktivis, bahkan tidak sedikit juga yang mau dan mulai mengikuti pertemuan-pertemuan (Liqo/Halaqoh) yang diadakan tiap pekannya.
Begitu juga dengan Fahri dan Aisyah, setelah mereka mengikuti beberapa seminar dan acara motivasi (Motivation Training). mereka mulai menunjukan adanya perubahan, mereka menyadari bahwa apa yang mereka lakukan selama ini “SALAH”. Fahri dan Aisyah akhirnya intensif mengikuti kajian-kajian dan Liqo tiap pekannya. Mereka berdua-pun bisa berubah.
Fahri yang tadinya selalu cuek dengan sikapnya, kini bisa berubah. Ia adalah seorang pemuda yang teguh dengan pendiriannya dan kini komitmen yang ia pegang adalah komitmen kepada Islam sepenuhnya.
Begitu juga dengan Aisyah ia yang tadinya hanya memakai kerudung gaul (kerudung yang hanya sampai ke leher dan baju serta celana panjang yang ketat) kini berubah, Ia menjadi Aisyah yang baru dengan Jilbab panjang ( Jilbab Syar’i ), dan juga penampilannya berubah yang tadinya ia gemar bersolek, menggunakan wewangian. Kini mulai ia tinggalkan, Ia menyadari kesuciannya yang harus ia jaga.
Mereka berdua memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka, saat mereka bertemu di sebuah acara seminar.
“Aisyah, saya sadar bahwa selama ini yang kita lakukan itu salah, semoga Allah azzawajalla mengampuni dosa kita berdua.”
“Ya, benar lebih baik kita mengakhiri hubungan ini, apa yang kita dapat dari perbuatan kita selama ini bukanlah kebaikan tetapi dosa Astaghfurullah.”
“Apabila Allah menghendaki kita bersatu, pasti Allah akan memberikan jalan pada kita dan mempertemukan kita kembali.”
Mereka berdua-pun akhirnya mulai menjauhkan diri, selama mereka belajar di SMA. Mereka hanya bertemu pada saat ada seminar-seminar saja. Fahri dan Aisyah telah menemukan kehidupan barunya, kehidupan yang sesunguhnya yang lebih nikmat dibandingkan kehidupan duniawi semata, kehidupan yang berlandaskan Allah atas segalanya.
Tiga tahun mereka mengenyam pendidikan di SMA, dan berhasil lulus dengan predikat yang memuaskan. Sebenarnya Aisyah dan Fahri masih saling mengharapakan untuk bersatu, terlebih lagi saat mereka berdua sudah berkomitmen pada Islam yang sempurna.
Aisyah melihat Fahri merupakan sosok yang soleh, semua perilakunya berubah dan itu semakin menambah rasa cintanya pada Fahri. Begitu juga Fahri, ia melihat Aisyah merupakan sosok yang begitu menawan apalagi saat pertama ia melihat Aisyah memakai jilbab dan melihat sifat-sifatnya yang berubah, “Subhanallah” begitu cantik dan menawan. Tetapi mereka hanya bisa berdo’a
“Ya Allah, apabila ia adalah yang terbaik bagiku maka persatukanlah kami. Tetapi apabila ia bukanlah yang terbaik bagiku maka berikanlah ganti yang lebih baik. Engkau yang berkuasa pada hambamu yang lemah ini dan Engkau pula yang paling tahu apa yang terbaik bagiku”
Aisyah melanjutkan kuliahnya di sebuah Universitas di Padang, sedangkan Fahri melanjutkan kuliahnya di Yogyakarta. Mereka berdua sangat teguh pada komitmennya mereka terus mengamalkan dan berda’wah di universitasnya masing-masing. Fahri menjadi ketua KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) di yogyakarta. Sedangkan Aisyah menjadi ketua komite muslimah di universitasnya.
Tidak terasa 4 tahun berlalu dan mereka berdua dapat lulus S1 dengan prestasi memuaskan. Setelah lulus Aisyah pulang kerumahnya di Bogor, sedangkan Fahri masih tetap berada di Yogyakarta untuk melanjutkan S2. sebelum ia melanjutkan kuliahnya, ia berencana untuk menikah terlebih dahulu. Fahri lalu menemui Murrabbinya ustadz Usman untuk membicarakan maksud mulianya.
“Ustadz, saya rasa saya sudah sangat siap untuk membina rumah tangga. Saya berencana untuk menikah sebelum saya melanjutkan kuliah.”
“Apa kamu sudah siap baik Ruhiyah dan Lahiriyah?”
“Insyaallah Ustadz, saya sudah siap dengan semuanya dan sudah saya pikirkan masak-masak.”
“Baiklah kalau begitu, kemarin juga saya baru mendapat informasi dari adik saya di Bogor, kalau ada seorang akhwat binaannya yang sedang mencari pendamping hidup. Bagaimana apa kamu mau?”
“Insyaallah, Ustadz.”
“ya sudah kalau begitu, tiga hari lagi kita berangkat ke Bogor untuk Ta’aruf ke rumah akhwat tersebut. insyaallah, nanti saya kabari adik saya.”
Tiga hari berlalu, Fahri dan ustadz Usman berangkat ke Bogor dengan menggunakan bus malam. Mereka berangkat pukul 17:00 WIB dan sampai di bogor sekitar pukul 7:00 WIB.
Sesampainya di terminal Baranang Siang Bogor. Fahri dan Murabbinya melanjutkan perjalanan kerumah adik perempuannya di daerah Cibinong, mereka naik bus tiga perempat jurusan Depok – Bogor. Sekitar pukul 8:10 mereka tiba di Cibinong dan melanjutkan perjalanan ke rumah Nurul adik perempuannya ustadz Usman untuk beristirahat.
Setelah beristirahat sejenak, Fahri berpamitan untuk pulang ke rumah orang tuanya di daerah Cikaret. Fahri disambut dengan bahagia oleh kedua orang tuanya dan kedua adiknya di rumah. Memang sudah satu tahun Fahri tidak pulang ke rumahnya.
Malam harinya, Fahri dan orang tuanya pergi kerumah Nurul, untuk bersama-sama pergi ke tempat akhwat yang akan dikhitbah oleh Fahri. Sampai di rumah Nurul, mereka langsung bertolak kerumah akhwat tersebut. Dalam perjalanan Fahri tidak menduga kalau rumah yang dimaksud adalah rumah Aisyah, akhwat yang pernah menjadi kenangan lamanya.
Setibanya disana Fahri teringat akan kenangan lamanya. Dalam hati ia bertanya-tanya.
“Bukankah ini rumah Aisyah?, Ah Bukan, Aisyah kan sudah pindah ke Padang.”
Tetapi ia malu untuk bertanya dengan Nurul, dirumah akhwat tersebut mereka semua disambut dengan hangat. Kebetulan Fahri memang belum pernah bertemu dengan kedua orang tua Aisyah, sehingga saat mereka bertemu Fahri tidak merasa mengenal mereka berdua.
Setelah berbincang-bincang agak lama, Aisyah disuruh membawakan teh hangat untuk para tamu.
“Is tolong bantu bik Inah mengeluarkan minuman untuk para tamu, lalu duduklah bersama kami ada yang mau bertemu dengan mu.”
Beberapa saat kemudian bik Inah datang membawakan teh hangat, dan disusul Aisyah. Di depan pintu Aisyah terkejut melihat Fahri, begitu juga dengan Fahri mereka saling berpandangan untuk beberapa saat. Aisyah tidak menduga kalau yang akan meminang dia adalah Fahri. Dalam hati Aisyah mengucapkan tasbih berulang kali.
“Subhanallah, Subhanallah, Alhamdulillah, maha besar engkau yang telah mempertemukan kami kembali pada pertemuan yang penuh dengan berkah ini Insyaallah.”
Fahri yang tertegun oleh seorang akhwat yang sudah lama tidak ia jumpai, tidak henti-hentinya memuji Allah. Fahri tertegun akan kecantikan dan pesona Aisyah, Ia tidak menyangka bahwa Aisyah benar-benar anggun dengan jilbab panjangnya dan kelembutannya, benar-benar berbeda dengan yang pernah ia kenal saat kelas satu SMA.
“Astagfirullah,” ucap Fahri
Sesaat fahri sadar bahwa akhwat yang ia pandang belumlah menjadi istrinya dan syariat masih membatasi. Ia tidak memiliki hak untuk memandangi wajah rupawan Aisyah.
Setelah terjadi perbincangan yang agak lama, akhirnya mereka (fahri dan yang lainnya) memberitahukan maksud mereka datang ke rumah Aisyah.
“maaf pak, bu, kedatangan kami kemari adalah untuk mengkhitbah Aisyah”.
“Alhamdulillah, untuk siapa?”
“Ini Saudara saya, Fahri”.
“Memang Allah maha tahu, kebetulan semalam baru saja saya ngobrol dengan Aisyah dan mendesak ia untuk segera menikah tapi katanya belum ada calonnya”.
Setelah perbincangan berakhir mereka pun pamit untuk pulang kembali ke rumah. Sepanjang jalan Fahri hanya terdiam membisu, di saat itulah Ustadz Usman menegur Fahri.
“Akh, apa yang antum pikirkan?”
“Oh, Afwan Ustadz tidak ada apa-apa?”
“Bagaimana? Apa antum sudah bertekad mau lanjut?”
“Biarlah saya Shalat Istikhoroh dulu Ustadz, Inshaallah, agar lebih yakin”.
“Alhamdulillah”.
Seminggu setelah pertemuan itu, kedua insan itu akhirnya melangsungkan walimahan (Menikah). Mereka hidup bahagia sampai saat ini dan dikaruniai 2 orang anak.
Subhanallah, Walhamdulillah, Walaa ilaahailallah, Wallahu Akbar
Mohon Tanggapannya
Sumber:
http://alikhwahonline.blogspot.com/
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar