Home

Juli 28, 2011

Dongeng Bukan Hanya untuk Anak Kecil: Rahasia di Balik Kisah Itik Buruk Rupa


Bebek Si buruk rupa

Banyak orang yang beranggapan bahwa dongeng atau padanannya cuma pantas dibacakan untuk anak kecil sebagai pengantar tidur atau hiburan semata. Misalnya, kisah Itik Buruk Rupa. Kisah yang diambil dari buku Hans Christian Andersen ini menceritakan seekor anak itik yang terlahir cacat. Warna bulunya kelabu dan ia begitu rakus. Atas keadaannya yang berbeda dari kebanyakan inilah anak itik ini dijuluki Si Buruk Rupa dan dijauhi saudara-saudaranya.


Putus asa dengan keterasingan, Si Buruk Rupa mengembara kemana-mana. Sepanjang perjalanan entah berapa kali ia dihina karena keanehannya. Waktu berlalu hingga suatu hari ia melihat sekawanan angsa terbang melintas langit. Saat itu, Si Buruk Rupa tengah berada di danau dalam keadaan sendiri yang menyedihkan. Melihat kawanan angsa itu, timbul keinginan Si Buruk Rupa untuk menjadi seperti mereka.
Ajaib, beberapa waktu kemudian, Si Buruk Rupa akhirnya benar-benar mampu terbang. Bahkan, ia kemudian menyadari bahwa semua keanehannya; hal-hal yang membuat ia tersingkir dari sesama itik; bukanlah keanehan. Sejak awal, Si Buruk Rupa memang bukan itik. Ia adalah angsa! Kebetulan saja saat ia menjadi telur, ia dierami oleh induk itik sehingga menetas di tempat yang salah. Setelah menyadari keadaan yang sebenarnya, Si Buruk Rupa menjelma menjadi angsa tercantik yang pernah ada.

Pesan Moral

Kebanyakan orang akan beranggapan bahwa kisah Itik Buruk Rupa hanya mengajarkan pesan moral. Mungkin kita akan berkata, seseorang mesti berjuang keras dalam hidup demi mencapai cita-cita. Kita juga bisa berpendapat, ternyata menjadi sesuatu yang berbeda dari kebanyakan orang bukanlah sebuah masalah besar. Orang yang akan menjadi “sesuatu” memang mesti menempuh perjalanan yang lebih berat daripada orang lain.
Namun, kita mungkin akan terkejut jika menyadari satu hal. Ternyata, Hans Christian Andersen dari Denmark, sang penulis kisah Itik Buruk Rupa hanya mengadaptasi sebuah cerita lain. Cerita yang dimaksud adalah sebuah kisah dari sekumpulan kisah “rahasia” dalam Masnawikarya Jalaluddin ar-Rumi. Yang lebih mengejutkan, pesan dalamMasnawi yang mengisahkan Itik Buruk Rupa, sama sekali berbeda dari pesan yang selama ini kita pikirkan.

Pesan Rahasia

Dalam cerita aslinya, Itik Buruk Rupa melambangkan (ruh) manusia. Seperti Itik Buruk Rupa yang ditetaskan induk itik yang sebenarnya bukan induknya, demikian pula manusia. Ruh kita “ditetaskan” di dunia yang sama sekali bukan tempat kita sesungguhnya. Kita menjalani hidup di dunia hanya sementara; hingga kita mampu mengenali bahwa kita adalah “angsa” atau ruh. Maka, jangan sampai kita justru beranggapan bahwa kita adalah “itik” yang akan tinggal selamanya di dunia.
Selama di dunia, kita memang “dijebak” dalam tubuh. Namun, bukan berarti tubuh adalah kendaraan abadi. Ketika tiba masa kematian, ruh yang sifatnya lebih abadi, akan meninggalkan tubuh menuju Akhirat, tempat tinggal yang sesungguhnya.
Sama seperti Itik Buruk Rupa, kita mesti merasakan sendiri pencerahan untuk menjadi “angsa”. Saat hal itu terjadi, kita mungkin akan merasakan derita mesti berpisah dengan kesenangan-kesenangan duniawi. Namun, derita tersebut memang harus diterima demi kebahagiaan yang lebih hakiki.
Kisah Itik Buruk Rupa hanyalah satu dari sekian dongeng pengantar tidur yang sebenarnya memiliki muatan rahasia yang begitu berharga. Pada masa lalu, dongeng-dongeng tersebut diciptakan untuk membantu manusia mencapai kesadaran tentang keberadaan Sang Yang Satu (atau Tuhan). Akan sangat menyedihkan jika saat ini kita justru menganggap sepele dongeng-dongeng semacam ini; bahkan menyebutnya hanya sebagai bacaan anak-anak.
Fitra Firdaus Aden
(penulis buku Dahsyatnya Doa Ibu [Pustaka Radhiya, 2011])

Tidak ada komentar:

Posting Komentar