Ibu Yeni, seorang anggota DPR mengisahkan pengalamannya mengenai perbuatan sedekah yang telah dilakukan kepada Ibu kandungnya dengan memberikan sesuatu yang dia sendiri mengidamkannya selama ini.
Kejadian itu dialaminya sekitar bulan Agustus tahun 2001 yang lalu. Saat itu dia mendapat undangan seminar di Sumatra Selatan. Karena masih dalam masa nifas maka Ibu Yeni membawa anak bungsunya yang waktu itu masih berusia 35 hari, sekaligus memutuskan membawa ibu kandungnya.
Bukan main senangnya sang Ibu dibawa bepergian naik pesawat. Maklum saja, terakhir pada tahun 1972 waktu naik haji dulu dia cuma naik kapal laut.
Di dalam pesawat tidak henti-hentinya sang Ibu menyatakan bangganya bisa naik pesawat."Alhamdulillah, kesampaian juga sang Ibu bisa naik pesawat."
Yeni yang duduk di sebelahnya tersenyum. “Coba Ayah masih hidup ya, dia pasti akan senang naik pesawat seperti ini." Tuturnya lagi dengan mata berkaca-kaca. Yeni menoleh dan mengusap pundak ibunda tercintanya.“Sudahlah Bu, Ayah pasti sudah bahagia sekarang. Selama hidup Ayah khan sangat baik, maka Allah pasti melimpahkan kebahagiaan padanya,..." Lanjutnya sendu.
Tidak lama kemudian mereka tiba di bandara dan diantar oleh panitia ke sebuah penginapan yang sederhana. Ibunya nampak sangat bahagia. Untuk menyenangkan hatinya, Yeni memesankan makanan kesukaannya. "Dimakan Bu,,"Kata Yeni. Ibunya mengangguk dan mulai makan dengan lahap.
Tidak lama kemudian mereka tiba di bandara dan diantar oleh panitia ke sebuah penginapan yang sederhana. Ibunya nampak sangat bahagia. Untuk menyenangkan hatinya, Yeni memesankan makanan kesukaannya. "Dimakan Bu,,"Kata Yeni. Ibunya mengangguk dan mulai makan dengan lahap.
Keesokan harinya saat Yeni mengikuti seminar, Ibunya menjaga cucunya yang masih merah di penginapan. Jeda makan siang, mereka diajak makan di sebuah restoran khas Sumatra Selatan. Konon restoran ini biasa dikunjungi oleh para pejabat dari pusat. Suasananya sangat asri, bangunan berlantai dua, dan Subhanallah makanan yang tersaji juga terasa sangat nikmat. "Pepes ikan dengan duriannya enak sekali Yen," Ibunya memberikan penilaian seraya makan dengan lahap. “Kalau di Tangerang, daerah kita durian cuma untuk Kinca teman makan ketan ya, ternyata buat pepes juga enak,imbuhnya kemudian.". “Alhamdulillah... kita di sini jadi nambah ilmu kan, Bu?; balas Yeni tersenyum.
Selesai makan, mereka menuju penginapan lagi untuk berkemas. Mereka harus kembali ke Jakarta hari itu juga. Sebelum berangkat, Yeni memeriksa sebuah bungkusan yang diberikan panitia saat seminar tadi. “Subhanallah... bagus amat nih kain sutra?" desisnya takjub sambil menyidik bahan itu dengan teliti. Yeni bertekad akan menjahitnya setiba di Jakarta nanti. Saking indahnya kain tersebut, di pesawatpun Yeni tak kuasa membayangkannya. Menjahitnya menjadi baju muslimah yang indah yang akan dikenakannya pada event-event tertentu. Tapi sejenak kemudian hati kecilnya berkata, “Berikan saja pada ibumu...." “Bagaimana, ya.... bagus banget sih?" sekilas bathinnya tak rela. Rupanya syetan sedang merasuki niat baiknya.“Sudah... kasih Ibu saja, supaya dia senang, kamu kan bisa beli nanti lagi..".“Ah, sudahlah biar untuk ibuku saja," hati kecilnya kembali berkata.
Sejenak Yeni merasa bimbang. Terus-terang saja, dia sangat ingin memiliki bahan itu untuk dirinya. Sudah dibayangkannya begitu manisnya dia dalam balutan baju berbahan sutra itu. Suaminya pasti memuji dan anak-anaknya pasti juga bangga. Tapi... hati kecilnya memenangkan pergolakan bathin. Maka Yeni memberikan kain sutra itu pada ibunya. Mata ibunya bersinar menerima pemberian itu. Paras bahagia yang tak bisa ditutupinya. Yeni tak menyesal memberikannya.
Sesampainya di Jakarta, Yeni kembali mengisi hari-harinya dengan aktivitas yang menunggunya. Yeni sudah tak teringat lagi kain sutra indah pemberian panitia seminar di Sumatra Selatan itu. Sampai dua hari kemudian seorang temannya kembali dari Malaysia dan membawa titipan dari teman Yeni, yang orang asli Malaysia. “Apaan ini?" Yeni mengerutkan dahinya, menatap bungkusan yang diberikan temannya itu. “Titipan dari teman Malaysiamu, aku nggak tahu apa isinya, buka aja sendiri ..".
Sejenak Yeni merasa bimbang. Terus-terang saja, dia sangat ingin memiliki bahan itu untuk dirinya. Sudah dibayangkannya begitu manisnya dia dalam balutan baju berbahan sutra itu. Suaminya pasti memuji dan anak-anaknya pasti juga bangga. Tapi... hati kecilnya memenangkan pergolakan bathin. Maka Yeni memberikan kain sutra itu pada ibunya. Mata ibunya bersinar menerima pemberian itu. Paras bahagia yang tak bisa ditutupinya. Yeni tak menyesal memberikannya.
Sesampainya di Jakarta, Yeni kembali mengisi hari-harinya dengan aktivitas yang menunggunya. Yeni sudah tak teringat lagi kain sutra indah pemberian panitia seminar di Sumatra Selatan itu. Sampai dua hari kemudian seorang temannya kembali dari Malaysia dan membawa titipan dari teman Yeni, yang orang asli Malaysia. “Apaan ini?" Yeni mengerutkan dahinya, menatap bungkusan yang diberikan temannya itu. “Titipan dari teman Malaysiamu, aku nggak tahu apa isinya, buka aja sendiri ..".
Tanpa menunggu lama, Yeni membuka bungkusan itu dan terbelalak, "Subhanallah bagus banget...." serunya takjub. Temannya pun ternganga. Selembar bahan sutra yang lebih halus dan lembut warnanya... “Benar-benar Allah Maha Besar..." Yeni berbisik pelan. Kain sutranya telah digantikan oleh Allah dengan yang lebih bagus dan manis. Yeni kemudian teringat sebuah hadits Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wassalam, bahwa kebaikan yang cepat mendapatkan balasannya di dunia adalah kebaikan kita kepada orang tua....
Kebaikan kepada orangnya dibalas langsung di dunia.
Ima Azzahra
Ima Azzahra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar