Home

Juni 04, 2011

Copy Paste dalam Blog tanpa Menyertakan Sumber

Sungguh ironis menyikapi suatu gejolak yang semakin meresahkan para remaja, yang salah satunya adalah menyikapi copy-paste dalam Blog. Sebuah Blog, disajikan sebagai bentuk wadah menghimpun informasi, wacana, berita, ataupun wawasan yang dapat membuat kita jauh lebih mengenal kehidupan dan dapat mengembangkan kemampuan dan kinerja otak kita. Namun, tanpa kita sadari, masih banyak sekali orang yang tidak menuliskan sumber pada setiap kali mereka mem-posting suatu artikel.


Beratkah kiranya menuliskan sumber di artikel kita ?

Hargailah hasil karya cipta orang lain, karena mereka yang telah menulis sebuah artikel, telah berupaya terbaik dalam karya yang mereka buat. Namun, terkadang kita tak menyadari usaha mereka, sehingga kita tak mencamtumkan sumber ataupun pengarangnnya.

Adakah yang melandasi seseorang untuk tidak menuliskan sumber ?

Malukah? Ingin disanjungkan? Ingin mendapatkan rating yang tinggi-kah? Atau ingin terkenal sehingga banyak yang berkunjung ke halaman blog anda?

Berikut kami paparkan mengenai penghargaan dalam penulisan di Blog, yang telah kami sadur dalam http://ryorachman.blogspot.com/

1. Pendahuluan 

Menghargai hasil karya orang lain merupakan salah satu upaya membina keserasian dan kerukunan hidup antar manusia agar terwujud kehidupan masyarakat yang saling menghormati dan menghargai sesuai dengan harkat dan derajat seseorang sebagai manusia. Menumbuhkan sikap menghargai hasil karya orang lain merupakan sikap yang terpuji karena hasil karya tersebut merupakan pencerminan pribadi penciptanya sebagai manusia yang ingin dihargai. 

Hadits Nabi Muhammad yang artinya: “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bekerja dan menekuni kerjanya.” (HR Baihaqi). 

Kita tidak dapat mengingkari bahwa keberhasilan seseorang tidak dicapai dengan mudah dan santai tapi dengan perjuangan yang gigih, ulet, rajin dan tekun serta dengan resiko yang menyertainya. Oleh karena itu, kita patut memberikan penghargaan atas jerih payah tersebut. Isyarat mengenai keharusan seseorang bersungguh-sungguh dalam berkarya dijelaskan dalam Al Qur’an sebagai berikut. 

Artinya : “…Karena sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari satu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh kerjaan yang lain.” (QS Al Insyirah : 5-7).

2. Pembahasan

a.Pengertian menghargai karya orang lain 

Berkarya artinya melakukan atau mengerjakan sesuatau sampai menghasilkan sesuatu yang menimbulkan kegunaan atau manfaat dan berarti bagi semua orang. Karya tersebut dapat berupa benda, jasa atau hal yang lainnya.

Menghargai karya orang lain berarti menghargai dan menghormati suatu hasil atau buah dari pemikiran seseorang yang mempunyai kegunaan dan manfaat dan berarti bagi semua orang.

b.Dasar dogmatik (Al Quran dan Hadits) berkaitan dengan menghargai karya orang lain. 

ﺧﻴﺭﺍﻟﻨﺎﺲ ﻤﻦ ﻳﻨﻔﻊ ﻠﻠﻨﺎ ﺱ (ﺮﻮﺍﻩ ﻤﺗﻔﻕ ﻋﻠﻴﻪ) 

Artinya : “Sebaik-baik manusia adalah orang yang selalu memberi manfaat kepada manusia lain.” (HR Muttafaqun Alaih)
Hadits nabi Muhammad yang artinya :“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bekerjan dan menekuni kerjanya.” (HR Baihaqi). 

“…Karena sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari satu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh kerjaan yang lain.” (QS Al Insyirah : 5-7). 

ﺘﺑﺴﻤﻚ ﻔﻲ ﻮﺠﻪ ﺍﺨﻳﻚ ﻠﻙ ﺻﺪﻗﺔ ﴿ﺮﻮﺍﻩﺍﻠﺷﻳﺧﺎﻦ﴾
Artinya : “Senyummu di hadapan saudaramu adalah sedekah” (HR Asy Syaikhan).

“…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa dan jangan tolong-menolonglah dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada ALLAH, sungguh ALLAH sangat berat siksa-Nya.” (QS al-Ma’idah [5]: 2). 

c.Urgensi atau kepentingan menghargai karya orang lain. 

Dalam menghasilkan sebuah karya, seseorang harus melalui proses-proses tertentu yang tidak mudah. Karena itulah kita patut memberikan penghargaan terhadap orang tersebut. 

Penghargaan yang baik ini akan mendorong orang tersebut untuk terus berkarya Demikian halnya dengan diri kita akan terpacu untuk dapat menghasilkan sesuatu karya yang bermanfaat. Jika hal itu terjadi maka akan ada semangat dan kompetisi yang sehat dalam hal menghasilkan karya yang bermanfaat bagi kehidupan orang banyak.

d.Perilaku yang menunjukan bentuk penghargaan dan pengabaian terhadap karya orang lain. 

Perilaku yang menunjukan bentuk penghargaan dapat dilakukan dengan cara menggunakan karya tersebut dengan baik dan mengakui bahwa hasil karya tersebut adalah buatan si penemu, tidak merusak, tidak meniru, tidak memalsukan karya orang lain, menghindari perasaan dengki atas prestasi orang lain, dan meneladani prestasi yang telah dicapai. 

Kalaupun kurang menyukai karyanya, kita tidak perlu melecehkan karya tersebut, tetapi menghargainya sebagai karya intelektual. Demikian juga sebaliknya, jika menyukai karyanya, tidak berarti kita dapat berbuat sesuka hati dengan karya tersebut. Contoh: melakukan perbuatan seperti menyontek, menjiplak, mengkopi, memperbanyak suatu karya tanpa izin dari si penemu termasuk sikap yang tidak tepat. Kita boleh manggandakan hasil karya orang lain tersebut, asalakan sudah mendapatkan izin dari si penemunya.

e.Bahaya mengabaikan karya orang lain (tidak menghargai orang lain). 

i.Membahayakan Keimanan
Tidak menghargai karya orang lain menunjukan sikap mental yang tidak sehat. Sikap tersebut akan dapat membawa kita pada sikap iri hati, dengki, hingga suuzan pada orang lain. Hal ini tentu saja berbahaya bagi keimanan kita kepada-Nya.

ii.Membahayakan Ahklak
Seseorang yang terbelit oleh perasaan tamak dan tidak peduli lagi dengan hasil karya orang lain akan terdorong untuk melakukan tindak pelanggaran dan kejahatan, seperti pembajakan hak cipt, pembunuhan karakter, dan beragam kejahatan lainnya. Sikap tamak dan tiadanya rasa penghargaan pada hasil karya orang lain berpotensi menhalalkan segala cara untuk memenuhi kebutuhannya meskipun melanggar aturan agama.

iii.Membahayakan Masyarakat
Apabila sikap tidak menghargai karya orang lain dan sikap tamak bergabung menjadi satu, lalu dilanjutkan dengan tindakan kejahatan untuk memperkaya diri, maka mulailah dampak pada masyarakat terjadi. Kita dapat dengan jelas melihat hal ini dalam kejahatan pembajakan hasil karya. Sebuah buku misalnya.

f.Cara menumbuhkan penghargaan terhadap karya orang lain.

Islam sangat menganjurkan umatnya agar saling menghargai satu sama lain. Sikap menghargai terhadap orang lain tentu didasari oleh jiwa yang santun atau al hilmu yang dapat menumbuhkan sikap menghargai orang di luar dirinya. Kemampuan tersebut harus dilatih terlebih dahulu untuk mendidik jiwa manusia sehingga mampu bersikap penyantun. Seperti contoh, ketika bersama-sama menghadapi persoalan tertentu, seseorang harus berusaha saling memberi dan menerima saran, pendapat atau nasehat dari orang lain yang pada awalnya pasti akan terasa sulit. Sikap dan perilaku ini akan terwujud bila pribadi seseorang telah mapu menekan ego pribadinya melalui pembiasaan dan pengasahan rasa empati melaui pendidikan akhlak.

ﺘﺑﺴﻤﻚ ﻔﻲ ﻮﺠﻪ ﺍﺨﻳﻚ ﻠﻙ ﺻﺪﻗﺔ ﴿ﺮﻮﺍﻩﺍﻠﺷﻳﺧﺎﻦ﴾
Artinya : “Senyummu di hadapan saudaramu adalah sedekah” (HR Asy Syaikhan). 

Upaya melestarikan serta meneruskan apa yang telah dicapai merupakan bentuk penghargaan kita kepada karya orang lain. Melestarikannya pun harus dengan cara yang baik misalnya dengan menjaga, merawat, dan memanfaatkannya secara maksimal. Dengan cara ini maka karya tersebut nantinya tetap dapat dirasakan manfaatnya oleh orang lain, termasuk untuk anak cucu kita.
Sebagai mahluk sosial, setiap pribadi seharusnya memiliki kepedulian terhadap sesamanya. Agama Islam mengajarkan kepada kita untuk saling menolong. 

Demikian sebagaimana ditegaskan dalam ayat yang artinya: 

“…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa dan jangan tolong-menolonglah dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada ALLAH, sungguh ALLAH sangat berat siksa-Nya.” (QS al-Ma’idah [5]: 2). 

Pada akhir-akhir ini sering terjadi pelanggaran terhadap hak cipta dalam bidang ilmu, seni, dan sastra (intelectual property). Pelanggaran pada hak cipta terutama yang berupa pembajakan buku-buku, kaset-kaset yang berisi musik dan lagu, dan film-film dari dalam dan luar negeri, sudah tentu menimbulkan kerugian yang tidak sedikit, tidak hanya menimpa kepada para pemegang hak cipta (pengarang penerbit, pencipta musik/lagu, perusahaan film, dan perusahaan rekaman kaset, dan lain-lain), melainkan juga negara yang dirugikan, karana tidak memperoleh pajak penghasilan atas keuntungan yang diperoleh dari pembajak tersebut. 

Pembajakan terhadap intelektual property (karya ilmiah, dan lain-lain) dapat mematikan gairah kreatifitas para pencipta untuk berkarya, yang sangat diperlukan untuk kecerdasan kehidupan bangsa dan akselerasi pembangunan negara. Demikian pula pembajakan terhadap hak cipta dapat merusak tatanan sosial, ekonomi dan hukum di negara kita. Karena itu tepat sekali diundangkannya undang-undang No.6 tahun 1982 tentang hak cipta yang dimaksudkan untuk melindungi hak cipta dan membangkitkan semangat dan minat yang lebih besar untuk melahirkan ciptaan baru di bidang ilmu, seni dan sastra. 

Namun di dalam pelaksanaan undang-undang tersebut masih banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap hak cipta. Berdasarkan laporan dari berbagai asosiasi profesi yang berkaitan erat dengan hak cipta di bidang buku dan penerbitan, musik dan lagu, film dan rekaman video, dan komputer, bahwa pelanggaran terhadap hak cipta masih tetap berlangsung; bahkan semakin meluas sehingga sudah mencapai tingkat yang membahayakan dan mengurangi kreativitas untuk mencipta, serta dapat membahayakan sendi-sendi kehidupan masyarakat dalam arti seluas-luasnya. 

Karena itu lahirlah UU No.7 Tahun 1987 tentang hak cipta yang dimaksudkan untuk memperbaiki dan menyempurnakan materi UU No.6 Tahun 1982 tentang hak cipta agar lebih mampu memberantas/menangkal pelanggaran-pelanggaran terhadap hak cipta. Di bawah ini sedikit ilustrasi tentang perbandingan antara UU No.6 /1982 dan UU No.7/19987 tentang hak cipta. 

Dengan diklasifikasinya pelanggaran terhadap hak cipta sebagai tindakan pidana biasa, berarti bahwa tindakan-tindakan negara terhadap para pelanggar hak cipta tidak lagi semata-mata didasarkan atas pengaduan dari pemegang hak cipta. Tindakan negara akan dilakukan baik atas pengaduan pemegang hak cipta yang bersangkutan maupun atas dasar laporan/informasi dari pihak lainnya. Karena itu aparatur penegak hukum diminta untuk bersikap lebih aktif dalam mengatasi pelanggaran hak cipta itu. 

Hak Cipta Menurut Pandangan Islam 

Di dalam Al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang mewajibkan penyebarluasan ilmu dan ajaran agama seperti dalam Surat Al-Maidah ayat 67 dan Yusuf ayat 108. Dan di samping itu terdapat pula beberapa ayat yang melarang (haram), mengutuk dan mengancam dengan azab neraka pada hari akhirat nanti kepada orang-orang yang menyembunyikan ilmu, ajaran agama, dan mengkomersialkan agama untuk kepentingan dunia kehidupan duniawi, seperti dalam surat Ali Imran ayat 187; Al- Baqoroh ayat 159-160; dan ayat 174-175. 

Kelima ayat dari surat Ali Imran dan Al-Baqoroh tersebut menurut historisnya memang berkenaan dengan Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani). Namun sesuai dengan kaidah hukum Islam “yang dijadikan pegangan adalah keumuman lafalnya (redaksi), bukan kekhususan sebabnya.” 

Maka peringatan dan ketentuan hukum dari kelima ayat tersebut di atas juga berlaku bagi umat Islam. Artinya, umat Islam wajib menyampaikan ilmu dan ajaran agama (da’wah Islamiyah) kepada masyarakat dan haram menyembunyikan ilmu dan ajaran agama, serta mengkomersilkan agama untuk kepentingan duniawi semata (Vide Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar, vol. II/ 51) 

Demikian pula terdapat beberapa hadits yang senada dengan ayat-ayat Al-Qur’an tersebut di atas, antara lain hadits Nabi riwayat Abu Daud, Tirmidzi, Hakim dari Abu Hurairah ra.: 

“barang siapa ditanyai tentang sesuatu ilmu, lalu ia menyembunyikannya, maka ia akan diberi pakaian kendali pada mulutnya dari api neraka pada hari kiamat.” 

Yang dimaksud dengan ilmu yang wajib dipelajari (fardhu ‘ain) dan wajib pula disebarluaskan ialah pokok-pokok ajaran Islam tentang akidah, ibadah, mu’amalah dan akhlak. Di luar itu, hukumnya bisa jadi fardhu kifayah, sunnah atau mubah, tergantung pada urgensinya bagi setiap individu dan umat (al-Zabidi, Taisirul Wusul ila Jami’ al-Ushul, vol. III, Cairo, Mustafa al-Babi al-Halabi wa Auladuh, 1934, hlm. 153) 

Mengenai hak cipta seperti karya tulis, menurut pandangan Islam tetap pada penulisnya. Sebab karya tulis itu merupakan hasil usaha yang halal melalui kemampuan berfikir dan menulis, sehingga karya itu menjadi hak milik pribadi. Karena itu karya tulis itu dilindungi hukum, sehingga bisa dikenakan sanksi hukuman terhadap siapapun yang berani melanggar hak cipta seseorang. Misalnya dengan cara pencurian, penyerobotan, penggelapan, pembajakan, plagiat dan sebagainya. 

Islam sangat menghargai karya tulis yang bermanfaat untuk kepentingan agama dan umat, sebab itu termasuk amal saleh yang pahalanya terus menerus bagi penulisnya, sekalipun ia telah meninggal, sebagaimana dalam hadits Rasul riwayat Bukhari dan lain-lain dari Abu Hurairah ra.: 

“apabila manusia telah meninggal dunia, terputuslah amalnya, kecuali tiga, yaitu sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakan dia.” 

Karena hak cipta itu merupakan hak milik pribadi, maka agama melarang orang yang tidak berhak (bukan pemilik hak cipta) memfotokopi, baik untuk kepentingan pribadi maupun untuk bisnis. Demikian pula menterjemahkannya ke dalam bahasa lain dan sebagainya, juga dilarang, kecuali dengan izin penulisnya atau penerbit yang diberi hak untuk menerbitkannya. 

Perbuatan menfotokopi, mencetak, menterjemahkan, membaca dan sebagainya terhadap karya tulis seseorang tanpa izin penulis sebagai pemilik hak cipta atau ahli warisnya yang sah atau penerbit yang diberi wewenang oleh penulisnya, adalah perbuatan tidak etis yang dilarang oleh Islam. Sebab perbuatan semacam itu bisa termasuk kategori ‘pencurian’ kalau dilakukan dengan sembunyi-sembunyi dan diambil dari tempat penyimpanan karya tulis itu; atau disebut ‘perampasan/ perampokan’ kalau dilakukan dengan terang-terangan dan kekerasan; atau ‘pencopetan’ kalau dilakukan dengan sembunyi-sembunyi dan di luar tempat penyimpanannya yang semestinya; atau ‘penggelapan/khianat’ kalau dilakukan dengan melanggar amanat/perjanjiannya, misalnya, penerbit mencetak 10.000 eksemplar padahal menurut perjanjian hanya mencetak 5.000 eksemplar, atau ghasab kalau dilakukan dengan cara dan motif selain tersebut di atas. 

Adapun dalil-dalil syar’i yang dapat dijadikan dasar melarang pelanggaran hak cipta dengan perbuatan-perbuatan tersebut di atas antara lain: 

1. al-Qur’an Surat Al-Baqoroh:188 “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain diantara kamu dengan jalan yang batil….” 

2. Hadits Nabi riwayat Daruqutni dari Anas (hadits marfu’) : “tidak halal harta milik seorang muslim kecuali dengan kerelaan hatinya.” 

3. Hadits Nabi: 

“Nabi bertanya, ‘apakah kamu tahu siapakah orang yang bangkrut (muflis, Arab) itu?’ jawab mereka (sahabat): ‘orang yang bangkrut di kalangan kita ialah orang yang sudah tidak punya uang dan barang sama sekali’. Kemudian Nabi bersabda: ‘sebenarnya orang bangkrut (bangkrut amalnya) dari umatku itu ialah orang yang pada hari kiamat nanti membawa berbagai amalan yang baik, seperti shalat, puasa dan zakat. Ia juga membawa berbagai amalan yang jelek, seperti memaki-maki, menuduh-nuduh, memakan harta orang lain, membunuh dan memukul orang. Lalu amalan-amalan baiknya diberikan kepada orang-orang yang pernah dizalimi/dirugikan dan jika hal ini belum cukup memadai, maka amalan-amalan jelek dari mereka yang pernah dizalimi itu ditransfer kepada si zalim itu, kemudian ia dilemparkan ke dalam neraka’.” 

Ayat dan kedua hadits di atas mengingatkan umat Islam agar tidak memakai/menggunakan hak orang lain, dan tidak pula memakan harta orang lain, kecuali dengan persetujuannya. Pelanggaran terhadap hak orang lain termasuk hak cipta juga bisa termasuk ke dalam kategori muflis, yakni orang yang bangkrut amalnya nanti di akhirat. 

Islam menghormati hak milik pribadi, tetapi hak milik pribadi itu bersifat sosial, karena hak milik pribadi pada hakikatnya adalah hak milik Allah yang diamanatkan kepada orang yang kebetulan memilikinya. Karenanya, karya tulis itu pun harus bisa dimanfaatkan oleh umat, tidak boleh dirusak, dibakar atau disembunyikan oleh penulisnya. 

Penulis atau penerbit tidak dilarang oleh agama mencamtumkan “dilarang mengutip dan/atau memperbanyak dalam bentuk apapun bila tidak ada izin tertulis dari penulis/penerbit”, sebab pernyataan tersebut dilakukan hanya bertujuan untuk melindungi hak ciptanya dari usaha pembajakan, plagiat dan sebagainya yang menurut peraturan perundang-undangan di negeri kita juga dilindungi (vide UU No. Tahun 1982 jo UU NO.7 Tahun 1987 tentang hak cipta). Jadi, pernyataan tersebut jelas bukan bermaksud untuk menyembunyikan ilmunya, sebab siapapun dapat memperbanyak, mencetak dan sebagainya setelah mendapat izin atau mengadakan perjanjian dengan penulis/ahli waris atau penerbitnya. 

Menghormati dan menghargai karya orang lain harus dilakukan tanpa memandang derajat, status, warna kulit, atau pekerjaan orang tersebut karena hasil karya merupakan pencerminan pribadi seseorang. Berkarya artinya melakukan atau mengerjakan sesuatau sampai menghasilkan sesuatu yang menimbulkan kegunaan atau manfaat dan berarti bagi semua orang. Karya tersebut dapat berupa benda, jasa atau hal yang lainnya 

Islam sangat menganjurkan umatnya agar saling menghargai satu sama lain. Sikap menghargai terhadap orang lain tentu didasari oleh jiwa yang santun atau al hilmu yang dapat menumbuhkan sikap menghargai orang di luar dirinya. Kemampuan tersebut harus dilatih terlebih dahulu untuk mendidik jiwa manusia sehingga mampu bersikap penyantun. Seperti contoh, ketika bersama-sama menghadapi persoalan tertentu, seseorang harus berusaha saling memberi dan menerima saran, pendapat atau nasehat dari orang lain yang pada awalnya pasti akan terasa sulit. Sikap dan perilaku ini akan terwujud bila pribadi seseorang telah mapu menekan ego pribadinya melalui pembiasaan dan pengasahan rasa empati melaui pendidikan akhlak.

Kita tidak dapat mengingkari bahwa keberhasilan seseorang tidak dicapai dengan mudah dan santai tapi dengan perjuangan yang gigih, ulet, rajin dan tekun serta dengan resiko yang menyertainya. Oleh karena itu, kita patut memberikan penghargaan atas jerih payah tersebut. Isyarat mengenai keharusan seseorang bersungguh-sungguh dalam berkarya dijelaskan dalam Al Qur’an sebagai berikut. 

Artinya : “…Karena sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari satu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh kerjaan yang lain.” (QS Al Insyirah : 5-7) lihat al-Qur’an online di Google, 

Cara yang bisa diwujudkan untuk menghargai hasil karya orang lain adalah dengan tidak mencela hasil karya orang tersebut meskipun hasil karya itu menurut kita jelek. Memberikan penghargaan terhadap hasil karya orang lain sama dengan menghargai penciptanya sebagai manusia yang ingin dan harus dihargai. Bisa menghargai hasil karya orang lain merupakan sikap yang luhur dan mulia yang menggambarkan keadilan seseorang karena mampu menghargai hasil karya yang merupakan saksi hidup dan bagian dari diri orang lain tanpa melihat, kedudukan , derajat, martabat, status, warna kulit dan pekerjaan orang tersebut.

Perintah untuk berbuat baik kepada orang lain dapat diwujudkan dengan menghargai dan mensyukuri karyanya, baik dirasakan secara langsung atau tidak. Karena pada hakekatnya mensyukuri manusia dalam waktu yang sama adalah mensyukuri Allah Swt., sebab karya yang ada pada manusia adalah titipan Allah Swt. dengan kata lain, kebaikan yang ada pada manusia bersumber dari kebaikan Ilahi, berarti bila kita tidak bersyukur kepada manusia, sama artinya tidak bersyukur kepada Allah Swt. Rasul Saw. bersabda: “Man lam yasykurinnas lam yasy kurillah” (Siapa yang tidak berterima kasih kepada manusia berarti tidak berterima kasih kepada Allah). Dan itu sedikit orang yang melakukan. Maha Benar Allah Swt. yang telah berfirman sedikit sekali hambaku yang bersyukur”. (QS. 34 : 13). 

Hal demikian bisa terjadi karena beberapa faktor: 

Pertama : Memandang bahwa kebaikan itu bersumber dari pelaku itu sendiri, sehingga dapat menimbulkan iri hati, dengki dan ingin menggusur nikmat yang ada pada orang lain atau paling tidak nikmat itu pindah kepadanya. Dan ini adalah tingkatan dengki yang terkecil, sedangkan tingkatan dengki yang paling besar adalah hilangnya jasa, kebaikan yang ada pada orang lain walaupun sama-sama tidak mendapat.

Kedua : Selalu melihat ke atas. Dalam urusan duniawi kita tidak dianjurkan untuk selalu melihat ke atas, tapi sebaliknya kita dianjurkan melihat ke belakang dan melihat ke bawah. Dalam konteks pemekaran Kabupaten Batu Bara para pemekar telah banyak berjasa dalam membantu masyarakat untuk keluar dari berbagai problematika kehidupan yang dihadapinya, khususnya masalah perekonomian rakyat. Sehingga berbondong-bondong para pengusaha memberikan bantuan dengan tujuan agar mereka dikenal rakyat, pada akhirnya rakyat akan memilih mereka. 

Walaupun tanpa disadari bahwa rakyat telah digiring untuk selalu melihat ke atas dalam hal keduniaan. Kondisi tersebut harus diwaspadai, sebab akan membuat rakyat sellau bangga dengan materi yang telah didapat dari orang tua, tanpa melihat seberapa besar kontribusi orang yang membantunya dalam peningkatan amal ibadah. Jika pertolongan dengan materi itu dibiarkan merajalela, maka akan memasyarakatlah opini “Balas Budi”. Bukan “Balas Ikhlas”. Balas budi adalah suatu kondisi di mana pemberian keinginan itu harus dibalas dengan keinginan orang yang memberi. 

Sifat ini telah dijelaskan oleh Allah SWT. dalam Al Qur’an surat al-Baqarah ayat 264 : 

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena ria kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang diatasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadi dia bersih (tidak bertanah) mereka tidak menguasai sesuatu pun demi apa yang mereka usahakan, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” 

3.Penutup 

Dengan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa menghargai karya orang lain merupakan sikap yang perlu kita biasakan. Demikian juga dengan hasil karya yang kita buat, kita beri kesempatan kepada orang lain agar dapat memanfaatkan karya kita tersebut. Dengan demikian maka akan tercipta kerjasama yang baik diantara kita. Kerjasama dengan semangat saling menghormati terhadap sesama. 

ﺧﻴﺭﺍﻟﻨﺎﺲ ﻤﻦ ﻳﻨﻔﻊ ﻠﻠﻨﺎ ﺱ (ﺮﻮﺍﻩ ﻤﺗﻔﻕ ﻋﻠﻴﻪ)
Artinya : “Sebaik-baik manusia adalah orang yang selalu memberi manfaat kepada manusia lain.” (HR Muttafaqun Alaih). 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar