Home

November 05, 2010

Pemerintah dan Nasib Anak Jalanan


Anak-anak adalah sosok polos dan lugu. Mereka akan mudah menyerap sesuatu yang baru dilihat, didengar dan dirasanya. Tingkah laku mereka dibentuk melalui evolusi (secara bertahap) dari orangtua/keluarga, masyarakat, sekolah dan media massa.


Dari situ mereka dapat mengambil semua yang ditangkapnya, baik dari segi perilaku, kebiasaan ataupun tontonan yang mendidik serta tidak mendidik moralitas mereka, seperti sinetron percintaan, majalah porno dan gambar seronok dari media on line (internet) ataupun kaset VCD porno serta pornoaksi.

Banyak majalah atau buku porno yang diperdagangkan di pinggir jalan, memungkinkan anak-anak mudah mendapatkannya dan hal itu akan membuat moralitas mereka anjlok menjadi immoral (tidak bermoral).

Tetapi kita tidak akan berbicara panjang lebar tentang faktor yang mempengaruhi psikologi anak, melainkan tentang anak jalanan yang berada di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Semarang.

Kalau kita berjalan menyusuri kota-kota tersebut pasti akan mendapati sekumpulan anak di perempatan jalan atau di lampu merah, entah apa yang dilakukan mereka di sana.

Mereka bukan anak sekolahan yang bermain di pinggir jalan atau anak gaul yang berkumpul bersama teman-temannya untuk mencari sensasi.

Mereka adalah anak jalanan yang selalu menadahkan tangan, memohon pertolongan, meminta rupiah dari pengguna jalan yang berhenti di lampu merah.

Dari pagi hingga malam hari, dihabiskan hanya untuk mencari uang demi mengepulkan asap dapur di rumahnya. Berbagai cara mereka lakuakan untuk mendapatkan rupiah dari pengguna jalan. Mulai dari merintih karena kelaparan sampai menyanyi untuk menghibur orang yang berhenti di lampu merah.

Di usia mereka adalah masa bermain dan belajar untuk meraih angan serta cita-cita. Tetapi, mereka tidak seberuntung anak yang lain dalam menjalani hidup dengan bermain dan menuntut ilmu pengetahuan sebagai bekal hari esok yang lebih baik.

Peran Pemerintah

Pemerintah daerah sendiri kurang begitu merespon nasib anak jalanan. Padahal pemda mempunyai tanggung jawab dan kewajiban terhadap masa depan mereka kelak. Seperti bunyi pada pasal 34 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi: "Fakir miskin dan anak-anak terlantar di pelihara oleh negara".

Tetapi, sudahkah pemerintah merealisasikan maksud dari pasal 34 ayat (2) UUD 1945 itu? Belum, karena tidak ada upaya dari pemerintah untuk menampung dan memelihara mereka secara pasti.

Tugas pemerintah tidak berhenti sampai di situ, masih banyak tanggung jawab untuk memenuhi hak anak di negeri ini. Pasal 31 ayat (1) menetapkan, tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.

Untuk maksud itu UUD 1945 mewajibkan pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan sistem pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang (pasal 31 ayat 2).

Bagi anak yang bersekolah bukan suatu masalah besar, karena orangtua mereka mampu membiayai hidup dan sekolah mereka sehingga haknya seperti kehendak isi UUD 1945 dapat terealisasikan dengan baik.

Tetapi, hak itu tidak terjadi pada anak jalanan. Mereka harus berusaha keras untuk mendapatkan uang dalam memenuhi hidupnya, apalagi untuk biaya sekolah yang begitu tinggi.

Sebenarnya dari dulu sudah ada suatu program pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan seperti GNOTA (Gerakan Nasional Orang Tua Asuh), bantuan kepada rakyat yang tidak mampu atau bea siswa yang untuk menunjang pendidikan anak tidak mampu. Tetapi hal itu tidak menuai hasil maksimal, sesuai tujuannya pengentasan kemiskinan.

Masyarakat sendiri kurang antusias untuk membantu mereka dalam pengurangan beban kebutuhan hidup sehari-hari. Masyarakat acuh tak acuh atas keberadaan anak jalanan.. Menganggap sesuatu hal yang biasa terlihat dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Anak jalanan itu hanya sebuah tontonan. Padahal masyarakat juga memiliki kewajiban membantu pemerintah dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, seperti termuat dalam isi pembukaan UUD 1945 alenia ke-4.

Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 menyatakan: "Bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan." Begitulah bunyi pasal demi pasal UUD 1945 tentang aturan, kewajiban dan tanggung jawab pemerintah untuk rakyat Indonesia.

Entah dalam realitanya maksud UUD 1945 tersebut belum terealisasikan dengan baik atau tidak oleh pemerintah, kita tidak dapat memperkirakannya? Pemerintah sudah berusaha keras untuk mewujudkan maksud dari isi UUD tersebut. Setiap manusia pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan. Begitu juga pemerintah kita dalam membangun bangsa ini.

Tetapi, pada saat negara ini menghadapi gejolak sosial ekonomi seperti sekarang, pemda masih sempat untuk menghibur diri sendiri dengan berbagai acara hiburan yang dana untuk terlaksananya acara itu tidak sedikit.

Jadi, seandainya dana tersebut disalurkan membantu anak jalanan dengan memelihara mereka, akan lebih bijak ketimbang digunakan untuk sesuatu dengan manfaat kecil.

Pemerintah juga tidak dapat disalahkan seratus persen terhadap permasalahan ini, karena anjal tersebut terlihat enjoy dengan keadaan mereka selama ini. Mereka bermain bersama di pinggir jalan menantikan pengguna jalan raya berhenti di lampu merah. Mereka juga ‘seakan’ tidak mempunyai beban mental atau beban materil.

Mungkin ini adalah pengamatan sementara dan hanya memandang sepihak. Tidak mungkin seseorang akan senang terlilit kemiskinan yang berkepanjangan, pasti juga ingin mendapatkan kehidupan yang layak dan pantas.

Nasib anak jalanan tersebut bukan saja kesalahan pemerintah dan masyarakat, tetapi juga orangtua/keluarga yang mendidik mereka. Secara turun-temurun orangtua/keluarga anak jalanan itu mewariskan kebiasaan meminta-minta kepada orang lain tanpa ada solusi ke depan yang lebih baik buat anak-anak mereka.

Kesadaran yang dimilki orangtua anak jalanan itu masih rendah, sehingga mereka menganggap anak-anaknya dapat membantu mencari nafkah keluarga. Tanpa memikirkan nasib mereka kelak. Apakah akan mengikuti jejak langkahnya atau menjadi lebih baik dari orangtuanya.

Semoga tulisan ini dapat membuka mata kita dalam menyikapi keberadaan anak jalanan di kota-kota besar dengan arif dan bijak. Anak-anak adalah pewaris peradaban kita. Di tangan anak-anaklah masa depan bangsa ini dipertaruhkan. Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar